Rabu, 14 Oktober 2015

KLARIFIKASI "PELURUSAN ISTILAH KATA WAHHABI"








sebelumnya buat sahabat-sahabat wahhabi salafi muwahhid, kami minta maaf sebesar2nya.

MENGENALI ISTILAH SEBUTAN WAHHABI

Semua aliran pasti mempunyai nama, tak terkecuali, tak ada satupun aliran dalam islam yg tdk mempunyai nama, tapi semuanya sangat damai nyaman dengan namanya, walaupun pihak lain mengatakannya sesat.
Contoh, liberal, syiah, sufi, ini semua nyaman dengan nama aliran mereka, tidak pernah mempedulikan alirannya enak di dengar ataupun ngeri.
Nah hanya nama aliran "wahhabi" yg sangat tidak disuka dengan ahlinya, bahkan tidak sedikit mereka marah dengan istilah wahhabi, walaupun hakikatnya ulama-ulama mereka enjoi saja dengan istilah ini, bahkan ulama mereka sendiri yg mengatakan alirannya "wahhabi".
Kita di bilang syafi,i , karena di nisbatkan pada imam syafi'i, kita tidak masalah.
Semuanya ahli thoriqot dll tidak ada yg bermasalah.
Contoh, qodiriyah attijany assyadzily dll. Atau dalam madzhab, maliky hambaly hanafy.
Semuanya tidak bermasalah.. Karena memang di nisbatkan pada sang panutan.
Ataupun yg didalam ormas, seperti hti ikwanulmuslimin, jamaah tablig/ta'lim, muhammadiyah, nu dll.
Semuanya santai.

Nah, sekarang ini wahhaby yg bermasalah,
Bukannya tidak suka saja dengan sebutan wahhaby, tapi bahkan marah. (Padahal kadang di sebut muwahhid dan salafi).
Padahal istilah wahhabi itu adalah nama aliran yg di nisbatkan pada muhammad bin abdul wahhab.
Kata siapa??? Ya kata ulama mereka, yg nanti akan kita jelaskan di bawah.
Inilah tuduhan tak berdasar mereka atas orang yg mengatakan mereka WAHHABI.

1. Kita di anggap berdosa kalau mengatakan istilah "wahhabi" karena kita telah tanabazu bi-alqob (memperolok-olok mereka) dengan panggilan itu, seperti penjelasan mereka di bawah ini

ﻭ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻳﻘﻮﻟﻮﻥ ﺇﻧﻨﺎ ﻭﻫﺎﺑﻴﻮﻥ ﻓﻬﺬﺍ ﺗﻨﺎﺑﺰ ﺑﺎﻷﻟﻘﺎﺏ ﻭ ﻗﺪ ﻧﻬﺎﻧﺎ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻦ ﻫﺬﺍ ﺑﻘﻮﻟﻪ :
“Sebagian orang menuduh kita orang-orang wahhâbî . Ini termasuk
tanâbuzun bil alqâb (memanggil dengan panggilan-panggilan yang buruk).

Allôh melarang kita dari hal itu dengan firmanNya,

ﻭﻻ ﺗﻨﺎﺑﺰﻭﺍ ﺑﺎﻷﻟﻘﺎﺏ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺤﺠﺮﺍﺕ
“Dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.”
(Al-Hujurat: 11).

 
Perhatikan... Mereka selalu berdalil, dan bahkan memaksakan dalil untuk kepentingan mereka, yg mana dalil itu bisa menjadi senjata makan tuan bagi mereka,
Contohnya, mereka mengatakan kita berdosa kalau memanggil wahhabi, karena telah memperolok-olok mereka,
Kalau kita berdosa, maka dia adalah sarangnya dosa, karena apa? Karena dia selalu mengolok2 pada aliran yg lain, contoh tanabazu bil alqob mereka, panggilan mereka pada aliran lain seperti: ahli bid'ah, syiah, tbc, penyembah kubur dll.

2. mereka berdalih panggilan "wahhabi" pada mereka adalah stigma, aib, hal yg identik dengan kenegatifan.
Nah aib nya dimana? . padahal mereka di sisi lain bangga dengan istilah wahhabi, karena wahhab katanya nama allah. Dan itu pertanda anugrah dari allah.
Padahal yg aliran beristilah nama allah swt banyak, mereka tidak bangga smile emotikon, seperti qodiryah dan almaliky, Dll.
Bahkan mereka wahhabi juga bersyair seperti,

ﺇﻥْ ﻛﺎﻥ ﺗﺎﺑﻊُ ﺃﺣﻤﺪٍ ﻣُﺘﻮﻫِّﺒﺎ ﻓﺄﻧﺎ ﺍﻟﻤﻘِﺮُّ ﺑﺄﻧﻨﻲ ﻭﻫّﺎﺑﻲ

“Jika pengikut Ahmad adalah wahhâbî . Maka aku berikrar bahwa sesungguhnya aku wahhâbî .”
Aneh kan???

3. Mereka mengatakan pada yg mengatakan istilah "wahhabi" adalah penyebar fitnah, karena wahhabi itu sebutan pada aliran sesat yg di bawa abdul wahhab bin abdurrohman bin rustum. (Ini akan kita bahas di bawah)

Saya jelaskan dulu, mengapa dia sangat alergi dan benci sekali di panggil wahhabi?
Karena dia sadar bahwa mereka sudah terkenal dengan kata lain wahabisme, yg identik dengan kekerasan pada yg lain paham,(insya allah fakta ini sy jelaskan di bawah), dan mereka sadar bahwa selagi mereka bersandang nama wahhabi, maka sulit untuk di terima orang islam secara keseluruhan.

Makanya dia berbuat atau mengebuli orang2 awam dengan cerita2 yg mengada2 (dongeng) atau bahkan karangan belaka, dengan judul "meluruskan istilah sebutan wahhabi" yg isinya seakan akan menunjukkan bahwa julukan itu fitnah besar bagi mereka.
Padahal mereka berbuat cerita kosong semua, dan isi ceritanya tdk sama, beda satu sama lainnya, satunya bilang "wahhabi" itu julukan ke pada kaum khawarij abad ke dua hijriyah, satunya bilang itu di buat oleh syiah rofhidy, satunya bilang di buat oleh kafir inggris, yahudi, pokoknya macem2 ceritanya.
Seperti bukti di bawah ini,

1. Julukan wahhabi bikinan inggris:
Oleh karena itulah, ketika dakwah Imam Ibnu Abdil Wahab mulai menyebar di India, dan dengannya datanglah slogan “jihad melawan penjajah asing”, Inggris menjadi semakin resah.
Mereka pun menggelari dakwah ini dan para pengikutnya sebagai “Wahabi ”, dalam rangka mengecilkan hati kaum muslimin di India yang ingin turut bergabung dengannya.
Sumber situs wahhabi:
https://aslibumiayu.wordpress.com/…/mengenal-wahabi-mungki…/

2. Julukan wahhabi bikinan yahudi, nasrony, syiah, seperti kutipan ini:
WAHABI Ini Buatan Kaum Nasrani & Yahudi Inggris GUNA MEMECAH-BELAH & MENGADU-DOMBA SESAMA UMAT ISLAM.
Dan Gelar Sebutan Wahabi ini pula di pakai Kaum Syiah Rafidhoh untuk Menghantam Kaum Salaf dalam Dakwah Tauhid & Sunnah memurnikan Agama Islam.
Sumber situs wahhabi:
https://aslibumiayu.wordpress.com/…/gelar-wahabi-itu-propa…/

3. Julukan wahhabi itu adalah untuk kaum khawarij yg sesat, seperti kutipan ini:
Secara sejarah wahabi telah muncul pada kurun kedua (2) Hijriyah. Pada waktu itu ada sekte khawarij abadhy (khawarij yang berpemikiran ekstrim) yang dipimpin oleh Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum. Abdul Wahhab bin Abdurrahman adalah anak dari Abdurrahman bin Rustum sang pendiri negara khawarij Rustumiyah, dan Abdul Wahab pun mewarisi kekuasaan bapaknya dan pemikirannya. Sekte ini muncul di daerah Afrika Utara. Sehingga para ulama setempat khusunya dan ulama yang lain menjuluki mereka dengan Wahabi atau Wahabiyah.
Sumber dari situs wahhaby:
http://www.darussalaf.or.id/…/bagi-yang-ingin-tahu-siapa-w…/

Kalau orang awam, maka akan percaya pada kisah di atas, bahkan mungkin berkeyakinan itu benar..
itu menceritakan bahwa ajaran Abdul Wahhab bin Abdirrahman bin Rustum (wafat 211 H) adalah asal istilah Wahhabiyah dinisbatkan kepadanya ,karena namanya Abdul Wahhab.
Dan Ini sangat tidak benar, karena ajaran yang disebarkan oleh Abdul Wahhab bin Abdirrahman bin Rustum itu bukan Wahhabiyyah ( ﺍﻟﻮﻫﺎﺑﻴﻪ ) tapi Wahbiyyah
( ﺍﻟﻮﻫﺒﻴﺔ)
lalu kenapa juga ajaran nya disebut Wahbiyyah ? Kok tidak wahhabiyyah?
Bukankah Wahbiyyah itu dinisbahkan kepada Abdul Wahhab bin Abdirrahman bin Rustum ? Ya tentu saja bukan wahhabiyah, tapi wahbiyah, karena ajaran Wahbiyyah tersebut adalah di nisbahkan kepada Abdullah bin Wahbi Ar Rasibi (38 H)
[ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻭﻫﺐ ﺍﻟﺮﺍﺳﺒﻲ ]
Dan tidak ada istilah kata wahhabiyah saat itu, hingga lahir syeh muhammad bin abd wahhab dari najed.
Seperti dalam kitab Al-Firaq Fii Syimal Afriqiya, yang ditulis oleh Al-Faradbil [1364 H/1945 M], tulisan Al-Faradbil dalam buku nya :
ﻭﻗﺪ ﺳﻤﻮﺍ ﺃﻳﻀﺎ ﺍﻟﻮﻫﺒﻴﻴﻦ ﻧﺴﺒﺔ ﺇﻟﻰ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻭﻫﺐ ﺍﻟﺮﺍﺳﺒﻲ ، ﺯﻋﻴﻢ ﺍﻟﺨﻮﺍﺭﺝ
“ Dan sungguh mereka dinamakan Wahbiyyin
( ﺍﻟﻮﻫﺒﻴﻴﻦ ) 
karena dinisbahkan kepada Abdullah bin Wahbi Ar-Rasibi, yang di tuduh sebagai Khawarij ”
[Al-Firaq Fii Syimal Afriqiya- halaman 145].


Jadi intinya, sebelum lahirnya muhammad bin abd wahhab annajdy, istilah wahhabiyah itu tidak pernah ada, di cari dari manapun, entah dalam sejarah atau dalam kitab2 klasik. Yg ada adalah wahbiyyah. Itupun dinisbatkan ke abdullah bin wahbi.
Dalam kitab Tarikh Ibnu Khaldun juzuk II halaman 98, beliau berkata :

ورغب في موادعة عبد الوهاب بن رستم وكان من الوهبية فوادعه،
Perhatikan perkataan di atas, bahwa Abdul Wahhab bin Rustum sebagian dari “Wahbiyyah” Maksudnya, Abdul Wahhab bin Abdirrahman bin Rustum adalah pengikut Wahbiyyah (ajaran abdullah bin wahbi arrasiby) bukan Wahhabiyyah.
Ini lah di bawah, kumpulan2 pernyata'an mufti wahhabi bin baz, dia seniur dari ustaimin.
Bahwa wahhabi dalam pernyata'an beliau memang di nisbatkan kepada seh muhammad bin abdul wahhab, dan beliaunya bangga dengan istilah wahhabi.
Seh senior wahhabi, muhammad hamid alfiqy, dia lebih senior dari bin baz, posisi dia di mesir.
Dia wahhabinya lebih radikal dari bin baz,
Terbukti dalam perbedaan pendapat yg pernah kami kaji, dalam masalah memakan makanan (buah2an) yg selesai di buat sesajen.
Bin baz mengatakan boleh, sedang muhammad hamid alfiqily mengatakan haram.
Nah beliau gerakan wahhabi senior ini, malah mengarang kitab yg berjudul:
ﺃﺛﺮ ﺍﻟﺪﻋﻮﺓ ﺍﻟﻮﻫﺎﺑﻴﺔ ﻓﻲ ﺍﻹﺻﻼﺡ ﺍﻟﺪﻳﻨﻲ ﻭﺍﻟﻌﻤﺮﺍﻧﻲ ﻓﻲ ﺟﺰﻳﺮﺓ ﺍﻟﻌﺮﺏ ﻭﻏﻴﺮﻫﺎ
ﻣﺤﻤﺪ ﺣﺎﻣﺪ ﺍﻟﻔﻘﻲ
(Dampak dakwah wahhabiyyah di dalam kemaslahatan agama, dan reformasi di jazirah arab dan lainnya).
Karya muhammad hamid alfiqy.

Nah beliau ini jelas, menyatakan dalam judul bukunya dengan kata kata "Wahabiyah".
Seperti aswaja mengarang kitab dan memberi stempel assyafi'i.
Dan juga Bin baz berkata:
أن الوهابيين وهم أتباع الشيخ محمد بن عبد الوهاب رحمه الله الذين ناصروا دعوته وساروا عليها
Bahwa golongan wahhabi adalah mereka pengikut syeh muhammad bin abdul wahhab rmh. Yaitu golongan orang yg memperjuangkan dakwahnya dan berjalan di atasnya.
(Majmuk fatawa bin baz, juz 9, no 232)

Bin baz juga menyatakan:
بل عقيدة الوهابية: هي التمسك بكتاب الله وسنة رسوله صلى الله عليه وسلم
Bahkan aqidahnya wahhabi, yaitu berpegang teguh pada kitab allah dan sunnah rosul saw.
(Majmuk fatawa bin baz, juz 1, no 228)


Ustaimin berkata:
بأن الوهابية -ولله الحمد- كانوا من أشد الناس تمسكا بكتاب الله وسنة رسوله -صلى الله عليه وسلم.
Sesungguhnya wahhabi, segala puji bagi allah, yaitu paling teguh2nya manusia yg berpegang teguh pada kitab allah dan sunah rosulnya saw.
(Majmuk fatawa wa roalsa'il, juz 3, no 60)


Bin baz juga menyatakan
وليست الوهابية مذهبا خامسا كما يزعمه الجاهلون والمغرضون، وإنما هي دعوة إلى العقيدة السلفية
Wahhabi bukan madzhab kelima, seperti yg di yaqini (tuduhkan) orang2 bodoh dan para penentang, tetapi wahhabi adalah da'wah kepada aqidah salafiyah.
(Majmuk fatawa bin baz, juz 1, no 375)


Yg lebih jelas lagi ini, ketika bin baz di tanyakan tentang wahhabi, maka dia langsung menjawab dan merujuk pada seh muhammad bin abdul wahhab, seperti jawaban ini:

هل الوهابيون ينكرون شفاعة الرسول عليه الصلاة والسلام؟
ج: لا يخفى على كل عاقل درس سيرة الإمام الشيخ محمد بن عبد الوهاب وأتباعه أنهم براء من هذا القول

Apakah wahhabi itu mengingkari syafaat rasulullah saw?
Bin baz menjawab "Hal ini jelas untuk setiap orang berakal yg mempelajari biografi Imam Sheikh Mohammad bin Abdul Wahhab dan pengikutnya, bahwa mereka semua bebas dari tuduhan ini.
(Majmuk fatawa bin baz, juz 1, no 376)


Dan lihat jawaban bin baz ketika di tanya tentang permusuhan wahhabi dan ahli bait:

هل صحيح أن الوهابية تناصب آل البيت العداء
Apakah benar bahwa wahhabi itu bermusuhan dengan ahli bait,
Maka dia menjawab:
الوهابية منسوبة إلى الشيخ الإمام محمد بن عبد الوهاب رحمه الله المتوفى سنة 1206
Wahhabi di nisbatkan kepada syeh imam muhammad bin abdul wahhab, yg wafat pada tahun 1206.
(Majmuk fatawa bin baz, juz 9, no 230)

Juga tidak kalah mantab, Ibnu Baz dalam kitab Fatawa Nur ‘ala al-darb menjawab pertnyaan :

ﻳﻘﻮﻝ ﺍﻟﺴﺎﺋﻞ : ﻓﻀﻴﻠﺔ ﺍﻟﺸﻴﺦ، ﻳﺴﻤﻲ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻋﻨﺪﻧﺎ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻤﻠﻜﺔ ﺍﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ﺍﻟﺴﻌﻮﺩﻳﺔ
ﺑﺎﻟﻮﻫﺎﺑﻴﺔ ﻓﻬﻞ ﺗﺮﺿﻮﻥ ﺑﻬﺬﻩ ﺍﻟﺘﺴﻤﻴﺔ؟ ﻭﻣﺎ ﻫﻮ ﺍﻟﺮﺩ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﻳﺴﻤﻴﻜﻢ ﺑﻬﺬﺍ ﺍﻻﺳﻢ؟

“Seseorang bertanya kepada Syaikh : Sebagian manusia menamakan Ulama-Ulama di Arab Saudi dengan nama Wahabi [Wahabiyyah], adakah antum ridho dengan nama tersebut ? dan apa jawaban untuk mereka yang menamakan antum dengan nama tersebut ?”
Syaikh Ibnu Baz menjawab sebagai berikut :
ﺍﻟﺠﻮﺍﺏ : ﻫﺬﺍ ﻟﻘﺐ ﻣﺸﻬﻮﺭ ﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﺍﻟﺘﻮﺣﻴﺪ ﻋﻠﻤﺎﺀ ﻧﺠﺪ ﻳﻨﺴﺒﻮﻧﻬﻢ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻮﻫﺎﺏ ﺭﺣﻤﺔ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ

“Jawab : Penamaan tersebut masyhur untuk Ulama Tauhid yakni Ulama Nejed [Najd], mereka menisbahkan para Ulama tersebut kepada Syaikh Muhammad ibnu Abdil Wahhab. dan bahkan Ibnu Baz memuji nama tersebut, ia berkata :
ﻓﻬﻮ ﻟﻘﺐ ﺷﺮﻳﻒ ﻋﻈﻴﻢ
“Nama itu (Wahhabiyah) adalah panggilan yang sangat mulia dan sangat agung”.
Perhatikan semua fatwa-fatwa di atas, kalau dulu sebelumnya seh muhammad bin abd wahhab ada istilah kata wahhabi, maka mufti2 wahhabi seperti bin baz dan ustaimin, pasti menjelaskan di kitab2 fatawa nya (paling tidak menceritakan) Tapi mareka malah mengakui bahwa itu di nisbatkan pada seh muhammad bin abdul wahhab. Dan bahkan mereka bangga.

Kesimpulan pernyata'an dan fakta di atas.

1. Cerita di maroko tentang wahhabi yg di nisbatkan kepada abdul wahhab bin rustum adalah tidak benar, bahkan abdul wahhab bin rustum (211 H) mengikuti wahby/abdullah bin wahby (38 H)
2. Gelar Wahabi bukanlah hinaan menurut sebagian tokoh tokoh super wahhabi, mufti2 wahhabi.
3. Ternyata gelar ini bukan berasal dari Syiah seperti yang dituduhkan, ataupun dari orang yahudi dan nasrany. Melainkan dari mereka sendiri, terutama ahli najed.
4. Kita tidak berdosa atau bersalah mengatakan wahhabi,(mengolo-olok menurut mereka). karena memang itulah pernyataannya , seperti yg di fatwakan oleh bin baz mufti wahhabi.
5. Kita sadar, akan ketakutan dia dengan nama wahhabi.. Penyebabnya karena kata (Wahabisme) adalah sebuah kata populer yg sangat identik dengan dakwah kekerasan, bukan berarti kita yg mencemarkan, tp faktanya bahkan menghalalkan darahnya yg lain paham.

Seperti yg saya temui di situs mereka:
Dia (muhammad bin abdul wahhab) pertama kali yang mengumandangkan jihadnya dengan pedang pada tahun 1158 H. Sebagaimana kita ketahui bahwa seorang da’i ilallah, apabila tidak didukung oleh kekuatan yang mantap, pasti dakwahnya akan surut, meskipun pada tahap pertama mengalami kemajuan. Namun pada akhirnya orang akan jemu dan secara beransur-ansur dakwah itu akan ditinggalkan oleh para pendukungnya.
Oleh karena itu, maka kekuatan yang paling ampuh untuk mempertahankan dakwah dan pendukungnya, tidak lain harus didukung oleh senjata. Karena masyarakat yang dijadikan sebagai objek daripada dakwah kadangkala tidak mampan dengan lisan mahupun tulisan, akan tetapi mereka harus diiring dengan senjata, maka waktu itulah perlunya memainkan peranan senjata.

Alangkah benarnya firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: " Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami, dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan Mizan/neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan pelbagai manfaat bagi umat manusia, dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan RasulNya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat dan Maha Perkasa." (al-Hadid:25)

Ayat di atas menerangkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala mengutus para RasulNya dengan disertai bukti-bukti yang nyata untuk menumpaskan kebatilan dan menegakkan kebenaran. Di samping itu pula, mereka dibekalkan dengan Kitab yang di dalamnya terdapat pelbagai macam hukum dan undang-undang, keterangan dan penjelasan. Juga Allah menciptakan neraca (mizan) keadilan, baik dan buruk serta haq dan batil, demi tertegaknya kebenaran dan keadilan di tengah-tengah umat manusia.
Namun semua itu tidak mungkin berjalan dengan lancar dan stabil tanpa ditunjang oleh kekuatan besi (senjata) yang menurut keterangan al-Qur’an al-Hadid fihi basun syadid yaitu, besi baja yang mempunyai kekuatan dahsyat. yaitu berupa senjata tajam, senjata api, peluru, senapan, meriam, kapal perang, nuklir dan lain-lain lagi yang pembuatannya mesti menggunakan unsur besi.

Sungguh besi itu amat besar manfaatnya bagi kepentingan umat manusia yang mana al-Qur’an menyatakan dengan Wamanafiu linnasi yaitu dan banyak manfaatnya bagi umat manusia. Apatah lagi jika dipergunakan bagi kepentingan dakwah dan menegakkan keadilan dan kebenaran seperti yang telah dimanfaatkan oleh Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab semasa gerakan tauhidnya tiga abad yang lalu.
Dan juga dalam kitab mereka, menyerukan penghunusan pedang terhadap ahli sunnah waljama'ah, sebagai berikut :

ﻭﻗﺪ ﺍﻧﺘﺴﺐ ﺇﻟﻰ ﺍﻷﺷﻌﺮﻱ ﺃﻛﺜﺮ ﺍﻟﻌﺎﻟﻢ ﺍﻹﺳﻼﻣﻲ ﺍﻟﻴﻮﻡ ﻣﻦ ﺃﺗﺒﺎﻉ ﺍﻟﻤﺬﺍﻫﺐ ﺍﻷﺭﺑﻌﺔ، ﻭﻫﻢ ﻳﻌﺘﻤﺪﻭﻥ ﻋﻠﻰ ﺗﺄﻭﻳﻞ ﻧﺼﻮﺹ ﺍﻟﺼﻔﺎﺕ ﺗﺄﻭﻳﻼً ﻳﺼﻞ ﺃﺣﻴﺎﻧﺎً ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺘﺤﺮﻳﻒ، ﻭﺃﺣﻴﺎﻧﺎً ﻳﻜﻮﻥ ﺗﺄﻭﻳﻼً ﺑﻌﻴﺪﺍً ﺟﺪﺍً، ﻭﻗﺪ ﺃﻣﺘﻸﺕ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﺑﻜﺘﺐ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻤﺬﻫﺐ، ﻭﺍﺩﻋﻰ ﺃﺻﺤﺎﺑﻬﺎ ﺃﻧﻬﻢ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ، ﻭﻧﺴﺒﻮﺍ ﻣﻦ ﺁﻣﻦ ﺑﺎﻟﻨﺼﻮﺹ ﻋﻠﻰ ﻇﺎﻫﺮﻫﺎ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺘﺸﺒﻴﻪ ﻭﺍﻟﺘﺠﺴﻴﻢ . ﻫﺬﺍ ﻭﻻﺑﺪ ﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﺍﻹﺳﻼﻡ - ﻭﺭﺛﺔ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﻣﻦ ﻣﻘﺎﻭﻣﺔ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺘﻴﺎﺭﺍﺕ ﺍﻟﺠﺎﺭﻓﺔ، ﻋﻠﻰ ﺣﺴﺐ ﻣﺎ ﺗﻘﺘﻀﻴﻪ ﺍﻟﺤﺎﻝ، ﻣﻦ ﻣﻨﺎﻇﺮﺍﺕ، ﺃﻭ ﺑﺎﻟﺘﺄﻟﻴﻒ، ﻭﺑﻴﺎﻥ ﺍﻟﺤﻖ ﺑﺎﻟﺒﺮﺍﻫﻴﻦ ﺍﻟﻌﻘﻠﻴﺔ ﻭﺍﻟﻨﻘﻠﻴﺔ، ﻭﻗﺪ ﻳﺼﻞ ﺍﻷﻣﺮ ﺃﺣﻴﺎﻧﺎً ﺇﻟﻰ ﺷﻬﺮ ﺍﻟﺴﻼﺡ
.
“Dan sungguh ternisbah kebanyakan ulama Islam sekarang dari pada pengikut Madzhab empat kepada Asy’ari, dan mereka berpegang atas Ta’wil nash-nash sifat dengan Ta’wil yang kadang-kadang sampai kepada Tahrif, dan kadang-kadang dengan Ta’wil yang jauh sekali, dan sungguh telah tersebar ke seluruh dunia dengan kitab-kitab ini Madzhab, dan para pengikut nya menyatakan diri Ahlus Sunnah, dan mereka menisbahkan orang yang beriman dengan makna dhohir nash-nash kepada Tasybih dan Tajsim. Demikian dan wajib bagi ulama Islam –Pewaris Rasulullah SAW- [ulama Wahabi] untuk melakukan perlawanan terhadap ini aliran yang merajalela, menurut apa yang inginkan oleh keadaan, dari berdebat, mengarang, dan menyatakan kebenaran dengan dalil-dalil ‘Aqli (akal) dan Naqli (Al-Quran & Hadits),dan kadang sampai kepada (penghunusan pedang) nenyatakan perang”.
[Lihat Syarah Kitab at-Tauhid min Shohih al-Bukhari – Jilid 1 Halaman 85 – oleh Asy-Syaikh Abdullah bin Muhammad al-Ghaniman al-Wahabi]

Sumber lengkap mengenai misi wahabi dalam bahasa arab (dari versi mereka sendiri):
https://ar.m.wikipedia.org/wiki/محمد_بن_عبد_الوهاب
Dan ini terjemahan bahasa indonesia:
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Muhammad_bin_Abdul_Wahhab
Untuk videonya silahkan tonton di:
https://m.facebook.com/story.php…

Rabu, 23 September 2015

BIJAK MENANGGAPI SITUS SYIAH DAN WAHHABI

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ لِلّهِ شُهَدَاء بِالْقِسْطِ وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُواْ اعْدِلُواْ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Māidah)

Termasuk keadilan yang sangat utama adalah mengatakan kebenaran sebagai kebenaran dan menerimanya. Dari manapun datangnya.
.Sekalipun dari musuh dan orang yang dibenci

lalu,alasan apa yang bisa saya gunakan untuk menolak artikel2 dari pengikut syi'ah ketika mereka membuka kebenaran tentang kesesatan kaum WAHHABI???

dan alasan apa pula yang akan saya gunakan untuk menolak tulisan-tulisan para ustad wahhabi dalam membongkar kesesatan syi'ah
^_^
karena buat kami AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH,mereka berdua itu adalah saudara kembar identik

 

 

Jumat, 31 Juli 2015

DIALOG DENGAN WAHABI SEASON I,MASALAH TAHLILAN 3,7,100,1000 HARI

MAK JLEBBBBBN



WAHABI: “Anda harus meninggalkan Tahlilan 7 hari, hari ke 40, 100 dan ke 1000. Kalau tidak, Anda akan masuk neraka!”

SUNNI: “Apa alasan Anda mewajibkan kami meninggalkan Tahlilan 7 hari, hari ke 40, 100 dan 1000?”

WAHABI: “Karena itu tasyabbuh dengan orang-orang Hindu. Mereka orang kafir. Tasyabbuh dengan kafir berarti kafir pula!”
 
SUNNI: “Owh, itu karena Anda baru belajar ilmu agama. Coba Anda belajar di pesantren Ahlussunnah wal Jama’ah, Anda tidak akan bertindak sekasar ini. Anda pasti malu dengan tindakan Anda yang kasar dan sangat tidak Islami. Ingat, Islam itu mengedepankan akhlaqul karimah, budi pekerti yang mulia. Bukan sikap kasar seperti Anda.”
 
WAHABI: “Kalau begitu, menurut Anda acara Tahlilan dalam hari-hari tersebut bagaimana?”
SUNNI: “Justru acara dzikir Tahlilan pada hari-hari tersebut hukumnya sunnah, agar kita berbeda dengan Hindu.”
 
WAHABI: “Mana dalilnya? Bukankah pada hari-hari tersebut orang-orang Hindu melakukan kesyirikan!?”
 
SUNNI: “Justru karena pada hari-hari tersebut, orang Hindu melakukan kesyirikan dan kemaksiatan, kita lawan mereka dengan melakukan kebajikan, dzikir bersama kepada Allah Swt. dengan Tahlilan. Dalam kitab-kitab hadits diterangkan

:عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم:ذَاكِرُ اللهِ فِي الْغَافِلِيْنَ بِمَنْزِلَةِ الصَّابِرِ فِي الْفَارِّيْنَ.

 

Dari Ibnu Mas’ud Ra.
bahwa Rasulullah Saw. bersabda:“Orang yang berdzikir kepada Allah di antarakaum yang lalai kepada Allah, sederajat dengan orang yang sabar di antara kaum yang melarikan diri dari medan peperangan.”(HR. ath-Thabarani dalamal-Mu’jam al-Kabirno. 9797 danal-Mu’jam al-Ausathno. 271. Al-Hafidz as-Suyuthi menilai hadits tersebut shahih dalamal-Jami’ ash-Shaghirno. 4310).


Dalam acara tahlilan selama 7 hari kematian, kaum Muslimin berdzikir kepada Allah, ketika pada hari-hari tersebut orang Hindu melakukan sekian banyak kemungkaran. Betapa indah dan mulianya tradisi Tahlilan itu.
 
WAHABI: “Saya tidak menerima alasan dan dalil Anda. Bagaimanapun dengan Tahlilan pada 7 hari kematian, hari ke 40, 100 dan 1000, kalian berarti menyerupai atau tasyabbuh dengan Hindu, dan itu tidak boleh!”
 
SUNNI: “Itu karena Anda tidak mengerti maksud tasyabbuh. Tasyabbuh itu bisa terjadi, apabila perbuatan yang dilakukan oleh kaum Muslimin pada hari-hari tersebut persis dengan apa yang dilakukan oleh orang Hindu. Kaum Muslimin Tahlilan. Orang Hindu jelas tidak Tahlilan. Ini kan beda.”
 
WAHABI: “Tapi penentuan waktunya kan sama!?”
 
SUNNI: “Ya ini, karena Anda baru belajar ilmu agama. Kesimpulan hukum seperti Anda, yang mudah mengkafirkan orang karena kesamaan soal waktu, bisaberakibat mengkafirkan Rasulullah Saw.”
 
WAHABI: “Kok bisa berakibat mengkafirkan Rasulullah!?”
 
SUNNI: “Anda harus tahu, bahwa kesamaan waktu itu tidak menjadi masalah, selama perbuatannya beda. Coba Anda perhatikan hadits ini

:عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ يَوْمَ السَّبْتِ وَيَوْمَ اْلأَحَدِ أَكْثَرَ مِمَّا يَصُومُ مِنْ اْلأَيَّامِ وَيَقُولُ إِنَّهُمَا عِيدَا الْمُشْرِكِينَ فَأَنَا أُحِبُّ أَنْ أُخَالِفَهُمْ.


Ummu Salamah Ra. berkata: “Rasulullah Saw.selalu berpuasa pada hari Sabtu dan Ahad, melebihi puasa pada hari-hari yang lain. Beliau Saw. bersabda:“Dua hari itu adalah hari raya orang-orang Musyrik, aku senang menyelisihi mereka.”(HR. Ahmad no. 26750,an-Nasa’i juz 2 halaman 146, dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban).

Dalam hadits di atas jelas sekali, karena pada hari Sabtu dan Ahad, kaum Musyrik menjadikannya hari raya. Maka Rasulullah Saw. menyelisihi mereka denganberpuasa. Sama dengan kaum Muslimin Indonesia. Karena orang Hindu mengisi hari-hari yang Anda sebutkan dengan kesyirikan dan kemaksiatan, yang merupakan penghinaan kepada si mati, maka kaum Muslimin mengisinya dengan dzikir Tahlilan sebagai penghormatan kepada si mati.
 
WAHABI: “Owh, iya ya.”
 
SUNNI: “Saya ingin tanya, Anda tahu dari mana bahwa hari-hari tersebut, asalnya dari Hindu?”
 
WAHABI: “Ya, baca kitab Weda, kitab sucinya Hindu.”
 
SUNNI: “Alhamdulillah, kami kaum Sunni tidak pernah baca kitab Weda.”
 
WAHABI: “Awal mulanya sih, ada muallaf asal Hindu, yang menjelaskan masalah di atas. Sering kami undang ceramah pengajian kami. Akhirnya kami lihat Weda.”
 
SUNNI: “Itu kesalahan Anda, orang Wahabi, yang lebih senang belajar agama kepada muallaf dan gengsi belajar agama kepada para kyai pesantren yang berilmu. Jelas, ini termasuk bid’ah tercela.”
 
WAHABI: “Terima kasih ilmunya.”
 
SUNNI: “Anda dan golongan Anda tidak melakukan Tahlilan, silakan. Bagi kami tidak ada persoalan. Tapi jangan coba-coba menyalahkan kami yang mengadakan dzikir Tahlilan.”



💦💦 LURUSKAN AKIDAH, TEGAKKAN SUNNAH, JAUHI BID'AH AKIDAH 💦💦
🔊silahkan share pada sahabat dan saudara kita,
demi terwujudnya gerakan INDONESIA BEBAS SYIAH DAN WAHABI
gabung bersama kami, untuk memperbaiki akhlak dan akidah kita,,,
BEBASKAN AKIDAH KITA DARI ISLAM SYIRIK BERTOPENG TAUHID
WA groub
🌺🍀 الحرمين الشريفين🍀🌺
admin:
Al-fadal: +6288999114884

Rabu, 22 Juli 2015

WAHABI VS SYETAN



Syaikh Mutawalli Asy-Sya'rawi (Mufassir Agung Al-Azhar, Mesir, wafat tahun 1998) pernah bertanya kepada seorang pemuda Wahhabi yang berhaluan keras dan suka mengkafirkan,

"Apakah mengebom sebuah klub malam di negara Muslim itu halal atau
haram?"

Dia menjawab, "Tentu saja halal, membunuh mereka ituboleh.

"Syaikh bertanya lagi, "Jika seandainya anda membunuh mereka, sedangkan mereka bermaksiat kepada Allah, kemana mereka akan ditempatkan?"

Pemuda itu menjawab, "Tentu di neraka."

Syaikh bertanya pula, "Kemana setan menjerumuskan mereka?" Dia menjawab,
"Tentu saja ke neraka!"

Syaikh berkata, "Jika demikian anda dan setan memiliki tujuan yang sama, yaitu memasukan manusia ke neraka."

Syaikh lalu menyebutkan sebuah Hadits, "Ketika ada mayat seorang Yahudi lewat di hadapan Nabi Shollallahu 'Alaihi Wasallam, beliau lalu menangis. Para sahabat bertanya mengapa beliau menangis, dijawab, "Telah lolos dariku satu jiwa dan ia masuk ke dalam neraka."Syaikh berkata lagi, "Perhatikan perbedaan kalian dengan Nabi Shollallahu 'Alaihi Wasallam yang berusaha memberi petunjuk dan menjauhkan mereka dari neraka. Kalian berada di satu lembah sedangkan Nabi berada di lembah lain."

Pemuda itu hanya diam membisu mendengarnya.

MajelisHabib Ahmad Kazim Al-Kaff

LURUSKAN AKIDAH, TEGAKKAN SUNNAH, JAUHI BID'AH AKIDAH
silahkan share pada sahabat dan saudara kita,
demi terwujudnya gerakan INDONESIA BEBAS SYIAH DAN WAHABI
gabung bersama kami, untuk memperbaiki akhlak dan akidah kita,,,
BEBASKAN AKIDAH KITA DARI ISLAM SYIRIK BERTOPENG TAUHID
WA groub

الحرمين الشريفين

admin:
Al-fadal: +6288999114884

NASEHAT TAKFIR WAHABI

KHUSUS AHLI TUDUH
Anda-anda tak MAU henti mengatakan amalan muslim lainya yang tidak sefaham dengan anda dengan tuduhan seperti TAHLILAN, MAULIDAN, YASIANAN, SOLAWATAN, ZIARAH KUBUR, TAWASULAN dsb dengan tuduhan BID'AH, SESAT, SYIRIK, KAFIR , MUSYRIK dsb.
baca dulu cerita Rosul jika kaliam mengaku umat rosul.refrensi (Shahih Muslim Bab 41 no. 158 danhadits yang sama no.159) & (Shahih Muslim Bab 41 no.160).
Sebagaimana Rasul saw murka kepada Usamah bin Zeyd ra yang membunuh seorang pimpinan Laskar Kafir yang telah terjatuh pedangnya, lalu dengan wajahtak serius ia mengucap syahadat, lalu Usamah membunuhnya,!betapa murkanya Rasul saw saat mendengar kabar itu.., seraya bersabda : APAKAH KAU MEMBUNUHNYA PADAHAL IA MENGATAKAN LAA ILAAHA ILLALLAH..?!!,lalu Usamah ra berkata: Kafir itu hanya bermaksud ingin menyelamatkan diri Wahai Rasulullah..,maka beliau saw bangkit dari duduknya dengan wajah merah padam dan membentak : APAKAH KAU BELAH SANUBARINYA HINGGA KAU TAHU ISI HATINYA??!!!,lalu Rasul saw maju mendekati Usamah dan mengulangi ucapannya : APAKAH KAU BELAH SANUBARINYA HINGGA KAU TAHU ISI HATINYA??!!!,Usamah ra mundur dan Rasul saw terus mengulanginya : APAKAH KAU BELAH SANUBARINYA HINGGA KAU TAHU ISI HATINYA??!!!,hingga Usamah ra berkata : Demi Allah dengan peristiwa ini aku merasa alangkah indahnya bila aku baru masuk islam hari ini..(maksudnyatak pernah berbuat kesalahan seperti ini dalam keislamanku). (Shahih Muslim Bab 41 no. 158
dan hadits yang sama no.159)
Dan juga dari peristiwa yang sama dengan riwayat yang lain, bahwa Usamah bin Zeyd ra membunuh seorang kafir yang kejam setelah kafir jahat itu mengucap Laa Ilaaha Illallah,maka Rasul saw memanggilnya dan bertanya : MENGAPA KAU MEMBUNUHNYA..?!,Usamah menjawab : Yaa Rasulullah, ia telah membunuh fulan dan fulan, dan membantai muslimin, lalu saat ku angkat pedangku kewajahnya maka ia mengatakan Laa Ilaaha illallah..,Rasul saw menjawab : LALU KAU MEMBUNUHNYA..?!!,
Usamah ra menjawab : benar ,
maka Rasulullah saw berkata : APA YANG AKAN KAU PERBUAT DENGAN LAA ILAAHA ILLLALLAH BILA TELAH DATANG HARI KIAMAT..?!!,
maka Usamah berkata : Mohonkan pengampunan bagiku Wahai Rasulullah??,
Rasul saw menjawab dengan ucapan yang sama : APA YANG AKAN KAU PERBUAT DENGAN LAA ILAAHA ILLLALLAH BILA TELAH DATANG HARI KIAMAT..?!!!,
danbeliau terus mengulang ulangnya.. (Shahih Muslim Bab 41 no.160)
.KESIMPULANNYA ADALAH:KITA TAK BISA MENILAI ORANG YANG BERBUAT APAPUN DENGAN TUDUHAN SEMISAL SYIRIK, BID’AH, SESAT, TIDAK BISA DITUDUHKAN KEPADA SIAPAPUN TERKECUALI DENGAN KESAKSIAN LIDAHNYA. HATI-HATILAH DENGAN UCAPAN DENGAN TUDUHAN SYIRIK, BID’AH, SESAT, KAFIR APA LAGI KE SSESAMA MUSLIM..!!!


MASUK WAHABI???? SYAHADAT DULU..... KARENA ANDA DULUNYA KAFIR

“Jika ada orang mau masuk Islam (versi Salafi Wahabi) atau menegaskan keislamannya, maka sesudah orang itu mengucapkan dua kalimat syahadat, Syeikh Ibnu Abdul Wahhab berkata:Bersaksilah atas dirimu bahwa kamu sebelumnya kafir, bersaksilah atas kedua orang tuamu bahwa keduanya mati dalam keadaan kafir, bersaksilah atas Fulan dan Fulan – mereka (wahabi) rujukan itu kepada para ulama besar terdahulu – bahwa mereka semua orang-orang kafir.’ Jika orang yang mau masuk Islam setuju dengan kesaksian seperti itu, Syeikh Ibnul Abd Wahhab menerima keislamannya. Namun jika tidak, Syeikh memerintahkan para pengikutnya untuk membunuhnya. Mereka secara terang-terangan telah mengkafirkan umat Islam.” (Ahmad Zaini Dahlan, Khulashah Al-Karim fi Bayan Umara Al-Balad Al-Haram, jilid 2: 227)
Kesaksian Syeikh Ahmad Zaini Dahlan ini bukan tuduhan kosong tanpa bukti. Sebab Ibnu Abdul Wahhab sendiri dalam kumpulan makalahnya, Ad-Durar As-Saniyyah, menyatakan bahwa setiap orang Islam yang akan masuk dalam dakwah Wahabi harus mengatakan dirinya dahulu adalah kafir dan orang tuanya mati dalam keadaan kafir. Jika tidak mau mengakui itu, maka dia akan dibunuh dan hartanya menjadi Fa’i bagi kaumSalafi Wahabi. (Ad-Durar As-Saniyyah, jilid 10: 143)
Dia juga menyatakan dalam kumpulan risalahnya itu:“Betapa indahnya apa yang diucapkan oleh salah seorang Badui ketika datang kepada kami dan mendengar sedikit tentang Islam. Si Badui itu berkata, “Aku bersaksi bahwa kami adalah orang-orang kafir – yakni dirinya dan semua orang-orang Badui-, dan aku bersaksi bahwa guru yang menyatakan kami adalah orang Islam, dia juga kafir.” (Lihat Muhammad bin Abd Wahab, Ad-Durar As-Saniyyah, jilid 8: 119)
begitupun syi'ah... mereka mrngkafirkan kita dan para sahabat.
jadi intinya SYI'AH DAN WAHABI BAGAI TAI DI BELAH DUA.

Selasa, 21 Juli 2015

FAIZAL AHMED DEEDAD MENJAWAB KEBUSUKAN OTAK WAHABI

FAIZAL AHMED DEEDAD AL-BANJARY, MENJAWAB_KEBUSUKAN_OTAK_WAHABI.
WAHABI BERKATA:


 WAHABI BERKATA:

Wahai akhi aswaja…
tidakkah lu tahu bahwasanya mauludan itu mengakibatkan banyak kemudhorotan??!, diantaranya :-

Pertama: Tanggal kelahiran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam masih diperselisihkan, akan tetapi hampir merupakan kesepakatan para ulama bahwasanya Nabi meninggal pada tanggal 12 Rabi'ul awwal. Oleh karenanya pada hekekatnya perayaan dan bersenang-senang pada tanggal 12 Rabi'ulAwwal merupakan perayaan dan bersenang-senang dengan kematian Nabi-

Kedua: Acara perayaan kelahiran Nabi pada hakekatnya tasyabbuh (meniru-niru) perayaan hari kelahiran Nabi Isa yang dilakukan oleh kaum Nashrani. Padahal Nabi bersabda مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ "Barangsiapa yang meniru-niru suatu kaum maka ia termasuk kaum tersebut"-

Ketiga: Kelaziman dari diperbolehkannya merayakan hari kelahiran Nabi adalah diperbolehkan pulamerayakan hari kelahiran Nabi-Nabi yang lain, diantaranya merayakan hari kelahiran Nabi Isa. Jika perkaranya demikian maka sangat dianjurkan bahkan disunnahkan bagi kaum musliminuntuk turut merayakan hari natal bersama kaum Nashrani-

Keempat: Bukankah dalam perayaan maulid Nabi terkadang terdapat kemungkaran, seperti ikhtilat antara para wanita dan lelaki?, bahkan disebagian Negara dilaksanakan acara jogetdengan menggunakan music?, bahkan juga dalam sebagian acara maulid ada nilai khurofatnya dimana sebagian orang meyakini bahwa Nabi ikut hadir dalam acara tersebut, sehingga ada acara berdiri menyambut kedatangan Nabi. Bahkan dalam sebagian acara maulid dilantunkan syai'ir-sya'ir pujian kepada Nabi yang terkadang berlebih-lebihan dan mengandung unsur kesyirikan-

Kelima: Acara perayaan maulid Nabi ini dijadikan sarana oleh para pelaku maksiat untuk menunjukkan kecintaan mereka kepada Nabi. Sehingga tidak jarang acara perayaan maulid Nabi didukung oleh para artis –yang suka membuka aurot mereka-, dan juga dihadiri oleh para pelaku maksiat. Karenamereka menemukan sarana untuk menunjukkan rasa cinta mereka kepada Nabi yang sesuai dengan selera mereka. Akhirnya sunnah-sunnah Nabi yang asli yang prakteknya merupakan bukti kecintaan yang hakiki kepada Nabipun ditinggalkan oleh mereka. Jika diadakan perayaan maulid Nabi di malam hari maka pada pagi harinya tatkala sholat subuh maka mesjidpun sepi. Hal ini mirip dengan perayaan isroo mi'rooj yang dilakukan dalam rangka mengingat kembali hikmah dari isroo mi'rooj Nabi adalah untuk menerima perintah sholat lima waktu.
Akan tetapi kenyataannya betapa banyak orang yang melaksanakanperayaan isroo' mi'rooj yang tidak mengagungkan sholat lima waktu, bahkan tidak sholat sama sekali. Demikian juga perayaan nuzuulul qur'an adalah untuk memperingati hari turunnya Al-Qur'aan akan tetapi kenyataannya betapa banyak orang yang semangat melakukan acara nuzulul qur'an ternyata tidak perhatian dengan Al-Qur'an, tidak berusaha menghapal Al-Qur'an, bahkan yang dihafalkan adalah lagu-lagu dan musik-musik yang merupakan seruling syaitan-

Keenam: Kelaziman dari dibolehkannya perayaan maulid Nabi maka berarti dibolehkan juga perayaan-perayaan yang lain seperti perayaan isroo' mi'rooj, perayaan nuzuulul qur'aan dan yang lainnya. Dan hal ini tentu akan membuka peluang untuk merayakan acara-acara yang lain, seperti perayaan hari perang badr, acara memperingati hari perang Uhud, perang Khondaq, acara memperingati Hijrohnya Nabi, acara memperingati hari Fathu Mekah, acara memperingati hari dibangunnya mesjid Quba, dan acara-acara peringatany yang lainnya. Hal ini tentu akan sangat menyibukkan kaum muslimin.
__________________________________________
TANGGAPAN DAN JAWABAN BAGI KAUM JAHILIYAH WAHABI.


PERTAMA: masalah kelahiran....
Riwayt mengatakan tanggal 12 ada yg tanggal 10 ada yg tanggal 5muharrom.
Ketahuilah wahai ummat bodoh.... kami merayakan kelahiran nabi...bukan tanggalnya.... adapun perbedaan pada ulama maka kami tidak mempersalahkan itu.... yg pasti rosululloh pernah lahir.
Apa kalian mau mengingkari kelahirannya???

KEDUA: masalah meniru.
Ketahuilah wahai kaum bodoh.....
kau menuduh kami meniru org nasrani yg merayakan kelahiran isa al masih?
Ketika ada yg mereyakan sesuatu dannitu org kafir lalu kau katakan kami meniru... kami memang sama merayakan kelahiran. Tapi apa kalian g tau apa yg mereka rayakan itu dannyg kami rayakan...? Mereka mereyakan kelahiran tuhan... dan kami bergembira kelahoran nabi muhammad.... mereka berbuat musrik dan kami bergembira atas rahmat alloh.
Bukankah alloh sendiri yg memerintahkan kita bergembira atas rahmatnya.
Cobalah jujur wahai setan najd.... apa nabi muhammad bukan rahmat?
Maka dr itulah kami bergembira.....

KETIGA: jawabannya sama pada nomer dua.... jika natal itu haq merayakan kelahiran isa.... maka kitaharus juga merayakannya.... namun hakekatnya yg mereka rayakan adalah isa putra allah.... anak tuhan.... jd kita berlepas dr kemusrikan itu,dan kami tidak mrnganggap muhammad sebagai anak tuhan . G tau lagi sih klo kalian yg menganggapnya.

KE EMPAT:: itu kan sebagian...... bukan semuanya..... bercampurnya wanita dan perempuan itu yg bagai mana? Apa mereka duduk berdampingan di majlis itu atau gimana? Di situ bukan kholwat yg bisa menimbulkan zinah masal.
Dan menghalalkan music? Musik itu yg bagaimana dan alat yg di haramkan itu yg apa?
Sedangkan ketika pulang dr perang badar rosul tidak melarang budak memukul rebana di atas kepalanya.... ini music juga.... maka salah ini harus ada tarjih dalam hadist dan akan panjang pembahasannya.
Jika anda punya uang 100rb satu satunya di kantong anda, lalu uang itu terbang dan jatuh dalam lumpur, maka yg anda lakukan apa?
Membersihkan lumpurnya apa membakar atau membuang uangnya?
Tentunya klo org waras yg di buang adalah lumpurnya,uangnya di kantongin.
Begitupun juga dengan maulid, jika ada yg melanggar syar'i di situ maka yg di hapus kesalahannya bukan maulidnya.... bahlul bgt ente!!!
Memuji nabi di anggap berlebihan....
Kita harus tau arti berlebihan... berlebihan itu tidak ada dalam suatu obyek tapi di ada adakan.
Atau tidak sesuai dengan obyek tapi di paksakan....
Bukan begitu???
Ketahuilah yg kami baca adalah menyebut ya...rosulalloh, wajah mu indah bak bulan purnama, apa wajah rosululloh seram sehingga inintak pantas bagi rosul dan berkesan berlebihan?
Ya rodululloh... engkaulah makhluk mulia, apa rosululloh itu.manusia bejat sehingga kau katakan ini berlebihan? Jika itu keyakinan hatimu maka katakanlah bahwa rosul bejad.

KE LIMA:
masalah ada org yg membuka aurotnya merayakan maulid ,apakah pantas kita menghujatnya? Bukankah kita di anjurkan untuk mendoakannya.....
Dia merayakan maulidnadalah sebagianntanda bahwa dia ahli iman...
Dia cinta pada sosok nabi muhammad.....
Maka doakanlah dia agar mendapat hidayah...
Bukan malah mencacinya.... allohlah maha pemberi hidayah bukan kalian yg suka menghukumi.
Apakah dengan mengatakan mereka ahli maksiat bukan berarti kalian sudah menyombongkan ibadah kalian...
Ketahuilah wahai kaum jahiliyah..... innalloha alimun bidatissudur....

KE ENAM:
Kita di beri oleh alloh dua hari raya....
Idul fitri dan idul adha.
Bergembiralah pada hari itu.... apa bergembira di luar hari itu tidak boleh??
Larangan larangan yg kau bikin itu bukan berdasarkan nas al-qur'an dan hadist.... tapinitu hasil ijtihad....
Namanya khilafiyah...
Lha lucunya kalian mas'alah khilafiyah di jadikan hukum yg qod'i.
Dr jaman dulu yg namanya ijtihad ya ijtihad... g bisa dinjadikan hukum syar'i yg kuat...
Karena setiap ulama punya ijtihad. Jika benar maka akan mendapatkan 2 pahala kalau salah 1.
Kalian juga harus tau... devinisi dr perayaan isro' ,nuzulul qur'an dan amaliyah yg kalian sebut itu tentang apa? Apa perayaan itu bertujuan untuk zinah masal....???
Ketahuilah wahai kaum jahil.... apa yg kau pikirkan maka itu akan jadi keyakinanmu...
Kau katakan muhmad bejat? Maka itu akan ada iman dalam hatimu.
Kau katakan maulid memperingati lelajiran anak allah? Maka itu akan terjadi pada hatimu.
Semoga alloh memberi hidayah padamu.

Dan jika tidak maka semoga alloh memelihara akidah sesatmu, sehingga nantinya neraka akan terisi dengan lidah lidah dan otak busukmu!!!!

DUA TANDUK SYETAN



SIAPAKAH DUA TANDUK SETAN ITU, APAKAH WAHHABI & SYIAH?


Luthfi Bashori


Umumnya yang namanya tanduk itu berjumlah dua batang, tanduk kanan dan tanduk kiri. seperti tanduk sapi, tanduk kijang, tanduk kerbau, tanduk kambing, dan juga gambaran Tanduk Setan sering kali digambarkan berjumlah dua batang.

Di sisi lain, dalam hadits riwayat Bukhari Nabi SAW tidak mendoakan orang-orang Najed ketika beliau diminta mendoakan mereka. Sebagaimana Sy. Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Nabi SAW berdoa: Ya Allah, berkatilah Syam kami dan Yaman kami…!

Mereka berkata: Ya Rasulullah, juga Najed kami…!

Beliau SAW diam tapi kemudian kembali berdoa: Ya Allah, berkatilah Syam kami dan Yaman kami…!

Mereka berkata Ya Rasulullah, juga Najed kami..!

Beliau SAW kemudian menjawab: Dari sana akan muncul kehebohan dan pertikaian, dan dari sana pula akan muncul Tanduk Setan...!

Sy. Ibnu Umar meriwayatkan: Aku melihat Rasulullah SAW menunjuk ke arah timur lalu bersabda: Lihatlah… pertikaian akan muncul dari sana, pertikaian akan muncul dari sana. Dari sanalah akan muncul Tanduk Setan.

Nabi SAW menyebutkan perselisihan dan konflik serta Tanduk Setan akan muncul dari kawasan Najed, yaitu wilayah sebelah timur Hijaz.

Dalam riwayat lain ada tambahan: Di sana (Najed) terdapat sembilan dari sepuluh kejahatan. Di sana terdapat sembilan dari sepuluh kekufuran, dan di sana berjangkit penyakit yang tidak bisa disembuhkan.”

Sedangkan menurut Nabi SAW bahwa orang-orang yang bermukim di wilayah barat (maghrib) akan selalu berada di atas jalan kebenaran hingga datangnya hari Kiamat.

Adapun menurut Imam Al-Khaththabi, yang dimaksud masyriq (arah timur)-nya kota Madinah itu berarti Najed, yang mencakup gurun pasir Irak dan wilayah sekitarnya yaitu kawasan Teluk antara lain Riyadh, Kuwait, Khoibar, Dhahran, dan sebagainya.


Sedangkan Imam Nawawi mengatakan, Najed adalah wilayah yang terletak antara Jurasy (di Yaman) hingga pinggiran kota Kufah (di Irak),

Dalam riwayat lain, Nabi SAW berdoa: Ya Allah, berkati kami di Makkah dan Madinah kami… berkati kami di Syam dan Yaman kami…! Seorang laki-laki berkata: Ya Nabi, juga Irak kami..!” Nabi SAW bersabda: Di Irak akan muncul tanduk setan. Di sana akan muncul pertikaian. Sesungguhnya sifat kasar (al-jafa) akan muncul di Timur.”

Realitanya, bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab sang pendiri Wahhabi adalah penduduk Najed, dan aliran Wahhabi saat ini bisa dikatakan tersentral di Riyadh dan sekitarnya yang termasuk wilayah Najed.

Petiakaian di Timur Tengah, kerap kali terjadi dengan keterlibatan kaum Wahhabi di dalamnya, sedangkan penyakit kelamin semacam AIDS dan semacamnya, sangat rawan bagi para pelaku kawin Mut`ah (kontrak) yang identik dengan ajaran Syiah.

Konon para ulama bermadzhab Hanbali memberontak terhadap Muhammad bin Abdul Wahhab dan mengeluarkan hukum bahwa akidah Muhammad bin Abdul Wahhab (yaitu Aqidah Wahhabiyah) adalah sesat, menyeleweng dan batil. Tokoh pertama yang mengumumkan penentangan terhadapnya adalah ayah Muhammad bin Abdul Wahhab sendiri, yaitu Syaikh Abdul Wahhab, diikuti oleh sang kakak, yaitu Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab. Kedua-duanya bermadzhab Hanbali.

Syaikh Sulaiman menulis kitab yang berjudul Assawa‘iqul Ilahiyyah fir Raddi ‘alal Wahabiyyah untuk menentang dan memerangi adiknya. Di samping itu tantangan juga datang dari sepupunya, yaitu Syaikh Abdullah bin Husain, serat Mufti Makkah Sayyid Zaini Dahlan yang mengatakan: Abdul Wahhab ayahnya Muhammad bin Abdul wahab, adalah seorang yang shalih dan merupakan seorang tokoh ahli ilmu, begitulah juga dengan saudaranya yaitu Syaikh Sulaiman.

Sejak Muhammad Abdul Wahhab mengikuti pengajarannya di Madinah al-Munawwarah, maka sang ayah dan kakak ini telah mengetahui pendapat dan pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab yang meragukan.

Bahkan beliau berdua telah mengeritik dan mencela pendapat Muhammad bin Abdul Wahhab, dan beliau berdua juga turut memperingatkan orang banyak mengenai bahaya pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab.” (Zaini Dahlan, al-Futuhat al-Islamiyah, Vol. 2, hal.357).

Sedangkan Syeikh Sulaiman menulis sebagai berikut: Sejak zaman sebelum Imam Ahmad bin Hanbal, yaitu pada zaman Imam Hanafi, Imam Maliki dan Imam Syafi’i, belum pernah ada seorang imam pun yang mengkafirkan umat Islam, atau menvonis mereka dihukumi murtad serta memerintahkan untuk memerangi mereka. Belum pernah ada seorang pun dari para imam, yang menamakan negeri yang dihuni kaum muslimin sebagai negeri syirik dan negeri perang, sebagaimana yang anda katakan sekarang (Wahai Muhammad Abdul Wahhab).

Bahkan lebih jauh lagi, anda mengkafirkan orang yang tidak mengkafirkan perbuatan-perbuatan ini, meskipun dia tidak melakukan nya. Kurang lebih telah berjalan delapan ratus tahun masa para imam itu, namun tidak ada seorang pun dari para ulama kaum Muslimin yang meriwayatkan bahwa mereka (para imam) itu telah mengkafirkan kaum muslimin.

Demi Allah, keharusan dari perkataan anda ini (Wahai Muhammad Abdul Wahhab) ialah anda mengatakan bahwa seluruh umat setelah zaman Imam Ahmad bin Hanbal, baik para ulamanya, para penguasanya dan masyarakatnya semua mereka itu kafir dan murtad, Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un”. (Risalah Arba’ah Qawa’id, Muhammad bin Abdul Wahhab, hal.4).

Adapun salah satu yang dianggap kota suci oleh kaum Syiah Imamiyah adalah kota Karbala yang berada di negeri Irak.

Di Irak juga terdapat goa Samarrak yang diyakini oleh kaum Syiah sebagai tempat persembunyian Imam ke dua belas mereka (Almahdi) hingga kelak datang hari Kiamat. Almahdi versi Syiah ini juga diyakini dialah yang telah membawa sembunyi Alquran yang asli di goa Samarrak ini yang jumlah ayatnya lebih banyak tiga kali lipat dibanding jumlah ayat Alquran milik umat Islam yang beredar sejak jaman shahabat hingga saat ini.

Artinya, kitab suci yang diyakini keasliannya oleh kaum Syiah yang saat ini masih disimpan oleh Imam Mahdi versi Syiah dan dibawa bersembunyi di wilayah Irak itu berjumlah 90 juz, padahal kitab suci Alquran yang diyakini keasliannya oleh umat Islam dan beredar di dunia saat ini berjumlah 30 juz. Jadi ada perbedaan antara kitab suci kaum Syiah yang 90 juz itu dengan kitab suci umat Islam yang berjumlah 30 juz. Karena itu, Syiah dan Islam itu dua agama yang berbeda.

Ternyata Dua Tanduk Setan yang menurut Nabi Muhammad SAW akan muncul di wilayah Najed itu, tidak jauh dari ciri-ciri kaum Wahhabi dan kaum Syiah. Saat ini dunia Islam pun dibuat sibuk dan heboh serta meradang penuh konflik dengan kebangkitan lagi Dua Tanduk Setan di mana-mana, dan tampak menggeliat di tengah-tengah keberadaan umat Islam mainstream.
- See more at: http://www.pejuangislam.com/main.php?prm=karya&var=detail&id=710#sthash.YhXc4cdk.dpuf

MENGGUGAT KE NU-AN SAID AQIL SIROJ

By: Mirza Rachmad Pratama (mirzarachmad@gmail.com)

Santri Pondok Pesantren/Madin Hidayatul Mubtadi'in, Singosari Malang Jawa Timur


SETELAH membaca artikel di voa-islam.com yang berjudul “Koreksi Aqidah KH. Said Aqil Siradj: Jangan Samakan Tauhid Islam dengan Trinitas Kristen,” saya merasa sangat-sangat kecewa dengan Ketua Umum PBNU KH Said Aqiel Sirajd. Sebagai orang yang menyandang titel “Kyai Haji”, seharusnya beliau paham total terhadap Agama Islam dan seluk beluknya. Lha kok yang satu ini malah “nyeleneh”. Sepertinya kyai ini turunannya Gus Ndur, salah satu pejuang faham Liberalisme di Indonesia.

Terlihat bahwa liberalisme telah meracuni “darah” dari Nahdlatul Ulama’. (Sebagian) Ulama’ yang seharusnya menjadi panutan umat karena kearifannya dalam hal agama malah menjadi pahlawan untuk gagasan-gagasan asing yang tidak sejalan dengan pemikiran agama Islam. Apa yang akan dikatakan hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari seandainya sekarang masih hidup dan melihat perilaku penerus perjuangan beliau?

KH Hasyim Asy’ari di zamannya merupakan pejuang Islam yang sangat tegas dan tidak mengenal kompromi terhadap ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan agama Islam. Dalam aspek keyakinan, Kyai Hasyim telah wanti-wanti warga Nadliyyin agar menjaga basic-faith (keyakinan dasar) dengan kokoh. Pada Muktamar ke-XI pada 9 Juni 1936, Kyai Hasyim dalam pidatonya menyampaikan nasihat-nasihat penting. Seakan sudah mengetahui akan ada invasi Barat di masa-masa mendatang, dalam pidato yang disampaikan dalam bahasa Arab, beliau mengingatkan:

“Wahai kaum muslimin, di tengah-tengah kalian ada orang-orang kafir yang telah merambah ke segala penjuru negeri, maka siapkan diri kalian yang mau bangkit untuk…dan peduli membimbing umat ke jalan petunjuk.”

Dalam pidato tersebut, warga NU diingatkan untuk bersatu merapatkan diri melakukan pembelaan saat ajaran Islam dinodai. “Belalah agama Islam. Berjihadlah terhadap orang yang melecehkan Al-Qur’an dan sifat-sifat Allah Yang Maha Pengasih, juga terhadap penganut ilmu-ilmu batil dan akidah-akidah sesat,” tegas Kyai Hasyim. Untuk menghadapi tantangan tersebut, menurut Kyai Hasyim, para ulama harus meninggalkan kefanatikan pada golongan, terutama fanatik pada masalah furu’iyah. “Janganlah perbedaan itu (perbedaan furu’) kalian jadikan sebab perpecahan, pertentangan, dan permusuhan,” tandasnya.

Karakter pemikiran yang diproduk Kyai Hasyim memang terkenal berbasis pada elemen-eleman fundamental. Dalam kitab-kitab karyanya, ditemukan banyak pandangan beliau yang menjurus pada penguatan basis akidah. Dalam kitabnya Risalah Ahlus Sunnah wa al-Jama’ah misalnya, Kyai kelahiran Jombang ini menulis banyak riwayat tentang kondisi pemikiran umat pada akhir zaman.

Oleh sebab itu, Kyai Hasyim mewanti-wanti agar tidak fanatik pada golongan, yang menyebabkan perpecahan dan hilangnya wibawa kaum muslim. Jika ditemukan amalan orang lain yang memiliki dalil-dalik mu’tabarah, akan tetapi berbeda dengan amalan syafi’iyyah, maka mereka tidak boleh diperlakukan keras menentangnya. Sebaliknya, orang-orang yang menyalahi aturan qath’i tidak boleh didiamkan. Semuanya harus dikembalikan kepada Al-Qur’an, hadits, dan pendapat para ulama terdahulu.

Itulah hal yang telah disampaikan oleh pendiri Nahdlatul Ulama (NU) 75 tahun yang lalu. Mari kita lihat kondisi penerus-penerus beliau di zaman sekarang.

Pemikiran-pemikiran KH Hasyim Asy’ari yang tegas sekarang coba diburamkan oleh anak-anak muda NU yang notabene juga penganut paham liberal. Beberapa intelektual muda tersebut harus ditangani secara serius, jika tidak akan membahayakan aqidah umat.

KH. Hasyim Muzadi ketika masih menjabat ketua PBNU telah merasa gerah dengan munculnya wacana liberalisasi agama yang melanda kalangan muda NU. Beliau telah menyadari bahwa liberalisme telah menjadi tantangan di NU.

Sebab, liberalisasi agama jelas menyalahi tradisi NU, apalagi melawan perjuangan KH. Hasyim Asy’ari. ”Liberalisme ini mengancam akidah dan syariah secara bertahap,” ujar KH Hasyim Muzadi seperti dikutip nu-online pada 7 Februari 2009.

KH. Hasyim Asy’ari sangat menetang ide-ide pluralisme, dan memerintahkan untuk melawan terhadap orang yang melecehkan Al-Qur’an, dan menentang penggunaan ra’yu mendahului nas dalam berfatwa (lihat Risalah Ahlu Sunnah wa al-Jama’ah).

Dalam Muqaddimah Al-Qanun Al-Asasi li Jam’iyati Nadlatu al-‘Ulama, Hadratussyaikh mewanti-wanti agar berhati-hati jangan jatuh pada fitnah –yakni orang yang tenggelam dalam laut fitnah, bid’ah, dan dakwah mengajak kepada Allah, padahal mengingkari-Nya.

Karena itulah, bisa kita bayangkan, seandainya KH Hasyim Asy’ari masih hidup, beliau pasti telah bersuara keras terhadap penerusnya yang melenceng dan mengikuti paham yang bertentangan dengan ajaran Islam.

- See more at: http://www.voa-islam.com/read/citizens-jurnalism/2011/11/24/16804/santri-menggugat-kenuan-ketua-umum-pbnu-kh-said-aqiel-siradj;#sthash.c77tt5b2.dpuf

Kesesatan Salafi Wahabi Dibalik Slogan “Kembali Kepada al-Qur’an dan Sunnah”



Kaum Salafi Wahabi sangat terkenal memiliki yel-yel: “Kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah”. Mereka mengajak umat untuk kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah. Kita muslimin semua tahu kenapa demikian? Karena, sebagai muslim sangat meyakini 100% tentunya bahwa al-Qur’an dan Sunnah merupakan sumber ajaran Islam yang utama yang diwariskan oleh Rasulullah Saw, sehingga siapa saja yang menjadikan keduanya sebagai pedoman, maka ia telah berpegang kepada ajaran Islam yang murni dan berarti ia selamat dari kesesatan. Bukankah Rasulullah Saw. menyuruh yang sedemikian itu kepada umatnya?

Sampai di sini, anda yang merasa terpelajar mungkin bertanya-tanya dalam hati, “Bagaimana Ibnu Taimiyah atau Muhammad bin Abdul Wahab yang menyerukan ‘kebenaran yang edeal’ berdasar al Qur’an dan al Sunnah masih dianggap sesat oleh para ulama di zamannya? Mengapa pula paham Salafi Wahabi di zaman sekarang yang merujuk semua ajarannya kepada al-Qur’an dan Sunnah juga dianggap menyimpang bahkan divonis sesat oleh para Ulama?

Mari kita perhatikan permasalahan ini secara komprehensif, agar terlihat “sumber masalah” yang ada pada sikap yang terlihat sangat bagus dan ideal tersebut.

1. Prinsip “Kembali kepada al- Qur’an dan Sunnah” adalah benar secara teoritis, dan sangat ideal bagi setiap orang yang mengaku beragama Islam. Tetapi yang harus diperhatikan adalah, apa yang benar secara teoritis belum tentu benar secara praktis, menimbang kapasitas dan kapabilitas (kemampuan) tiap orang dalam memahami al-Qur’an & Sunnah sangat berbeda-beda. Maka bisa dipastikan, kesimpulan pemahaman terhadap al-Qur’an atau Sunnah yang dihasilkan oleh seorang ‘alim yang menguasai Bahasa Arab dan segala ilmu yang menyangkut perangkat penafsiran atau ijtihad, akan jauh berbeda dengan kesimpulan pemahaman yang dihasilkan oleh orang awam yang mengandalkan buku-buku “terjemah” al-Qur’an atau Sunnah.

Itulah kenapa di zaman ini banyak sekali bermunculan aliran sesat. Jawabnya tentu karena masing- masing mereka berusaha kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah, dan mereka berupaya mengkajinya dengan kemampuan dan kapasitasnya sendiri. Bisa dibayangkan dan telah terbukti hasilnya, kesesatan yang dihasilkan oleh Yusman Roy (mantan petinju yang merintis sholatdengan bacaan yang diterjemah), Ahmad Mushadeq (mantan pengurus PBSI yang pernah mengaku nabi), Lia Eden (mantan perangkai bunga kering yang mengaku mendapat wahyu dari Jibril), Agus Imam Sholihin (orang awam yang mengaku tuhan), dan banyak lagi yang lainnya. Dan kesesatan mereka itu lahir dari sebab “Kembali kepada al- Qur’an dan Sunnah”, mereka merasa benar dengan caranya sendiri. Pada kaum Salafi & Wahabi, kesalahpahaman terhadap al- Qur’an dan Sunnah itu pun banyak terjadi, bahkan di kalangan mereka sendiri pun terjadi perbedaan pemahaman terhadap dalil. Dan yang terbesar adalah kesalahpahaman mereka terhadap dalil-dalil tentang bid’ah.

2. Al-Qur’an dan Sunnah sudah dibahas dan dikaji oleh para ulama terdahulu yang memiliki keahlian yang sangat mumpuni untuk melakukan hal itu, sebut saja: Ulama mazhab yang empat, para mufassiriin (ulama tafsir), muhadditsiin (ulama hadis), fuqahaa’ (ulama fiqih), ulama aqidah ahus-sunnah wal- Jama’ah, dan mutashawwifiin (ulama tasawuf/ akhlaq). Hasilnya, telah ditulis beribu-ribu jilid kitab dalam rangka menjelaskan kandungan al-Qur’an dan Sunnah secara gamblang dan terperinci, sebagai wujud kasih sayang mereka terhadap umat yang hidup dikemudian hari. Karya-karya besar itu merupakan pemahaman para ulama yang disebut di dalam al-Qur’an sebagai “ahludz- dzikr”, yang kemudian disampaikan kepada umat Islam secara turun-temurun dari generasi ke generasi secara berantai sampai saat ini.

Adalah sebuah keteledoran besar jika upaya orang belakangan dalam memahami Islam dengan cara “kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah” dilakukan tanpa merujuk pemahaman para ulama tersebut. Itulah yang dibudayakan oleh sebagian kaum Salafi Wahabi. Dan yang menjadi pangkal penyimpangan paham Salafi Wahabi sesungguhnya, adalah karena mereka memutus mata rantai amanah keilmuan mayoritas ulama dengan membatasi keabsahan sumber rujukan agama hanya sampai pada ulama salaf (yang hidup sampai abad ke-3 Hijriah), hal ini seperti yang dilakukan oleh Ibnu Taimiyah (hidup di abadke-8 H.) dan para pengikutnya. Bayangkan, berapa banyak ulama yang dicampakkan dan berapa banyak kitab-kitab yang dianggap sampahyang ada di antara abad ke-3 hingga abad ke-8 hijriyah.

Lebih parahnya lagi, dengan rantai yang terputus jauh, Ibnu Taimiyah dan kaum Salafi Wahabi pengikutnya seolah memproklamirkan diri sebagai pembawa ajaran ulama salaf yang murni, padahal yang mereka sampaikan hanyalah pemahaman mereka sendiri setelah merujuk langsung pendapat-pendap at ulama salaf. Bukankah yang lebih mengerti tentang pendapat ulama salaf adalah murid-murid mereka? Dan bukankah para murid ulama salaf itu kemudian menyampaikannya kepada murid- murid mereka lagi, dan hal itu terus berlanjut secara turun temurun dari generasi ke generasi baik lisan maupun tulisan? Bijaksanakah Ibnu Taimiyah dan pengikutnya ketika pemahaman agama dari ulama salaf yang sudah terpelihara dari abad ke abad itu tiba di hadapan mereka di abad mana mereka hidup, lalu mereka campakkan sebagai tanda tidak percaya, dan mereka lebih memilih untuk memahaminya langsung dari para ulama salaf tersebut? Sungguh, ini bukan saja tidak bijaksana, tetapi juga keteledoran besar, bila tidakingin disebut kebodohan. Jadi kaum Salafi Wahabibukan Cuma menggaungkan motto “kembali kepada al- Qur’an dan Sunnah” secara langsung, tetapi juga “kembali kepada pendapat para ulama salaf” secara langsung dengan cara dan pemahaman sendiri.

Mereka bagaikan orang yang ingin menghitung buah di atas pohon yang rindang tanpa memanjat, dan bagaikan orang yang mengamati matahari atau bulan dari bayangannya di permukaan air.

3. Para ulama telah menghidangkan penjelasan tentang al-Qur’an dan Sunnah di dalam kitab-kitab mereka kepada umat sebagai sebuah “hasiljadi”. Para ulama itu bukan saja telah memberi kemudahan kepada umat untuk dapat memahami agama dengan baik tanpa proses pengkajian atau penelitan yang rumit, tetapi juga telah menyediakan jalan keselamatan bagi umat agar terhindar dari pemahaman yang keliru terhadap al-Qur’an dan Sunnah yang sangat mungkin terjadi jika mereka lakukan pengkajian tanpa bekal yang mumpuni seperti yang dimiliki para ulama tersebut. Boleh dibilang, kemampuan yang dimiliki para ulama itu tak mungkin lagi bisa dicapai oleh orang setelahnya, terlebih di zaman ini, menimbang masa hidup mereka yang masih dekat dengan masa hidup Rasulullah Saw & para Shahabat yang tidak mungkin terulang, belum lagi keunggulan hafalan, penguasaan berbagai bidang ilmu, lingkungan yang shaleh, wara’ (kehati-hatian) , keikhlasan, keberkahan, dan lain sebagainya.

Pendek kata, para ulama seakan- akan telah menghidangkan “makanan siap saji” yang siap disantap oleh umat tanpa repot- repot meracik atau memasaknya terlebih dahulu, sebab para ulama tahu bahwa kemampuan meracik atau memasak itu tidak dimiliki setiap orang. Saat kaum Salafi & Wahabi mengajak umat untuk tidakmenikmati hidangan para ulama, dan mengalihkan mereka untuk langsung merujuk kepada al- Qur’an dan Sunnah dengan dalih pemurnian agama dari pencemaran “pendapat”manusia (ulama) yang tidak memiliki otoritas untuk menetapkan syari’at, berarti sama saja dengan menyuruh orang lapar untuk membuang hidangan yang siap disantapnya, lalu menyuruhnya menanam padi. Seandainya tidak demikian, mereka mengelabui umat dengan cara menyembunyikan figur ulama mayoritas yang mereka anggap telah “mencemarkan agama”, lalu menampilkan dan mempromosikan segelintir sosok ulama Salafi Wahabi beserta karya-karya mereka serta mengarahkan umat agar hanya mengambil pemahaman al-Qur’an dan Sunnah dari mereka saja dengan slogan “pemurnian agama”.

Sesungguhnya, “pencemaran” yang dilakukan para ulama yang shaleh dan ikhlas itu adalah upaya yang luar biasa untuk melindungi umat dari kesesatan, sedangkan “pemurnian” yang dilakukan oleh kaum Salafi Wahabi adalah penodaan terhadap ijtihad para ulama dan pencemaran terhadap al-Qur’an dan Sunnah. Dan pencemaran terbesar yang dilakukan oleh kaum Salafi Wahabi terhadap al-Qur’an dan Sunnah adalah saat mereka mengharamkan begitu banyak perkara yang tidak diharamkan oleh al-Qur’an dan Sunnah; saat mereka menyebutkan secara terperinci amalan-amalan yang mereka vonis sebagai bid’ah sesat atas nama Allah dan Rasulullah Saw., padahal Allah tidak pernah menyebutkannya di dalam al-Qur’an dan Rasulullah Saw. tidak pernah menyatakannya di dalam Sunnah (hadis)nya.

Dari uraian di atas, nyatalah bahwa orang yang “kembali kepada al- Qur’an dan Sunnah” itu belum tentu dapat dianggap benar, dan bahwa para ulama yang telah menulis ribuan jilid kitab tidak mengutarakan pendapat menurut hawa nafsu mereka. Amat ironis bila karya-karya para ulama yang jelas-jelas lebih mengerti tentang al-Qur’an dan Sunnah itu dituduh oleh kaum Salafi Wahabi sebagai kumpulan pendapat manusia yang tidak berdasar pada dalil, sementara kaum Salafi Wahabi sendiri yang jelas-jelas hanya memahami dalil secara harfiyah (tekstual) dengan sombongnya menyatakan diri sebagai orang yang paling sejalan dengan al-Qur’an dan Sunnah. Wallahu a’lam..

KESESATAN TAUHID WAHABI (VERSI DIALOG)


WAHABI: “Mengapa Anda menilai kami kaum Wahabi termasuk aliran sesat, dan bukan Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Padahal rujukan kami sama-sama Kutubus-Sittah (Kitab Standar Hadits yang enam).?”

SUNNI: “Sebenarnya kami hanya merespon Anda saja. Justru Anda yang selalu menyesatkan kelompok lain, padahal ajaran Anda sebenarnya yang sesat.”

WAHABI: “Di mana letak kesesatan ajaran kami kaum Wahabi?”

SUNNI: “Kesesatan ajaran Wahabi menurut kami banyak sekali. Antara lain berangkat dari konsep tauhid yang sesat, yaitu pembagian tauhid menjadi tiga.”

WAHABI: “Kok bisa Anda menilai pembagian tauhid menjagi tiga termasuk konsep yang sesat. Apa dasar Anda?”

SUNNI: “Begini letak kesesatannya. Pembagian Tauhid menjadi tiga, yaitu Tauhid Rububiyyah, Tauhid Uluhiyyah dan Tauhid al-Asma’ wa al-Shifat, belum pernah dikatakan oleh seorangpun sebelum Ibn Taimiyah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga tidak pernah berkata kepada seseorang yang masuk Islam, bahwa di sana ada dua macam Tauhid dan kamu tidak akan menjadi Muslim sebelum bertauhid dengan Tauhid Uluhiyyah. Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam juga tidak pernah mengisyaratkan hal tersebut meskipun hanya dengan satu kalimat. Bahkan tak seorangpun dari kalangan ulama salaf atau para imam yang menjadi panutan yang mengisyaratkan terhadap pembagian Tauhid tersebut. Hingga akhirnya datang Ibn Taimiyah pada abad ketujud Hijriah yang menetapkan konsep pembagian Tauhid menjadi tiga.”

WAHABI: “Anda mengerti maksud tauhid dibagi tiga?”

SUNNI: “Kenapa tidak mengerti?
Menurut Ibn Taimiyah Tauhid itu terbagi menjadi tiga:
Pertama, Tauhid Rububiyyah, yaitu pengakuan bahwa yang menciptakan, memiliki dan mengatur langit dan bumi serta seisinya adalah Allah saja. Menurut Ibn Taimiyah, Tauhid Rububiyyah ini telah diyakini oleh semua orang, baik orang-orang Musyrik maupun orang-orang Mukmin.
Kedua, Tauhid Uluhiyyah, yaitu pelaksanaan ibadah yang hanya ditujukan kepada Allah. Ibn Taimiyah berkata, “Ilah (Tuhan) yang haqq adalah yang berhak untuk disembah. Sedangkan Tauhid adalah beribadah kepada Allah semata tanpa mempersekutukan-Nya”.
Ketiga, Tauhid al-Asma’ wa al-Shifat, yaitu menetapkan hakikat nama-nama dan sifat-sifat Allah sesuai dengan arti literal (zhahir)nya yang telah dikenal di kalangan manusia.
Pandangan Ibn Taimiyah yang membagi Tauhid menjadi tiga tersebut kemudian diikuti oleh Muhammad bin Abdul Wahhab, perintis ajaran Wahhabi. Dalam pembagian tersebut, Ibn Taimiyah membatasi makna rabb atau rububiyyah terhadap sifat Tuhan sebagai pencipta, pemilik dan pengatur langit, bumi dan seisinya. Sedangkan makna ilah atau uluhiyyah dibatasi pada sifat Tuhan sebagai yang berhak untuk disembah dan menjadi tujuan dalam beribadah.
Tentu saja, pembagian Tauhid menjadi tiga tadi serta pembatasan makna-maknanya tidak rasional dan bertentangan dengan dalil-dalil al-Qur’an, hadits dan pendapat seluruh ulama Ahlussunnah Wal-Jama’ah.”

WAHABI: “Maaf, dari mana Anda berkesimpulan, bahwa pembagian dan pembatasan makna tauhid versi kami kaum Wahabi bertentangan dengan al-Qur’an, hadits dan aqwal ulama?”

SUNNI: “Ayat-ayat al-Qur’an, hadits-hadits dan pernyataan para ulama Ahlussunnah Wal-Jama’ah, tidak ada yang membedakan antara makna Rabb (rububiyah) dan makna Ilah (uluhiyah). Bahkan dalil-dalil al-Qur’an dan hadits mengisyaratkan adanya keterkaitan yang sangat erat antara Tauhid Rububiyyah dengan Tauhid Rububiyyah. Apabla seseorang telah bertauhid rububiyyah, berarti bertauhid secara uluhiyyah. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

وَلاَ يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلاَئِكَةَ وَالنَّبِيِّيْنَ أَرْبَابًا

Dan (tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai arbab (tuhan-tuhan). (QS. Ali-Imran : 80).

Ayat di atas menegaskan bahwa orang-orang Musyrik mengakui adanya Arbab (tuhan-tuhan rububiyyah) selain Allah seperti Malaikat dan para nabi. Dengan demikian, berarti orang-orang Musyrik tersebut tidak mengakui Tauhid Rububiyyah, dan mematahkan konsep Ibn Taimiyah dan Wahhabi, yang mengatakan bahwa orang-orang Musyrik mengakui Tauhid Rububiyyah. Seandainya orang-orang Musyrik itu bertauhid secara rububiyyah seperti keyakinan kaum Wahabi, tentu redaksi ayat di atas berbunyi:

وَلاَ يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلاَئِكَةَ وَالنَّبِيِّيْنَ آَلِهَةً
Dengan mengganti kalimat arbaban dengan aalihatan.”

WAHABI: “Tapi kan baru satu ayat yang bertentangan dengan tauhid kami kaum Wahabi.”

SUNNI: “Loh, kok ada tapinya. Kalau sesat ya sesat, walaupun bertentangan dengan satu ayat. Dengan ayat lain juga bertentangan. Konsep Ibn Taimiyah yang mengatakan bahwa orang-orang kafir sebenarnya mengakui Tauhid Rububiyyah, akan semakin fatal apabila kita memperhatikan pengakuan orang-orang kafir sendiri kelak di hari kiamat seperti yang dijelaskan dalam al-Qur’an al-Karim:

تَاللهِ إِنْ كُنَّا لَفِي ضَلاَلٍ مُبِينٍ (97) إِذْ نُسَوِّيكُمْ بِرَبِّ الْعَالَمِينَ (98
)

Demi Allah: sungguh kita dahulu (di dunia) dalam kesesatan yang nyata, karena kita mempersamakan kamu dengan Tuhan (Rabb) semesta alam. (QS. al-Syu’ara’ : 97-98).”

Coba Anda perhatikan. Ayat tersebut menceritakan tentang penyesalan orang-orang kafir di akhirat dan pengakuan mereka yang tidak mengakui Tauhid Rububiyyah, dengan menjadikan berhala-berhala sebagai arbab (tuhan-tuhan rububiyyah). Padahal kata Wahabi, orang-orang Musyrik bertauhid rububiyyah, tetapi kufur terhadap uluhiyyah. Nah, alangkah sesatnya tauhid Wahabi, bertentengan dengan al-Qur’an. Murni pendapat Ibnu Taimiya yang tidak berdasar, dan ditaklid oleh Wahabi.”

WAHABI: “Maaf, kan baru dua ayat. Mungkin ada ayat lain, agar kami lebih mantap bahwa tauhid Wahabi memang sesat.”

SUNNI: “Pendapat Ibn Taimiyah yang mengkhususkan kata Uluhiyyah terhadap makna ibadah bertentangan pula dengan ayat berikut ini:

يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَأَرْبَابٌ مُتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ، مَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِهِ إِلاَّ أَسْمَاءً سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ
Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa? Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. (QS. Yusuf : 39-40).

Anda perhatikan, Ayat di atas menjelaskan, bagaimana kedua penghuni penjara itu tidak mengakui Tauhid Rububiyyah dan menyembah tuhan-tuhan (arbab) selain Allah. Padahal kata Ibnu Taimiyah dan Wahabi, orang-orang Musyrik pasti beriman dengan tauhid rububiyyah.

Disamping itu, ayat berikutnya menghubungkan ibadah dengan Rububiyyah, bukan Uluhiyyah, sehingga menyimpulkan bahwa konotasi makna Rububiyyah itu pada dasarnya sama dengan Uluhiyyah. Orang yang bertauhid rububiyyah pasti bertauhid uluhiyyah. Jadi konsep tauhid Anda bertentangan dengan ayat di atas.”

WAHABI: “Mungkin tauhid kami hanya bertentangan dengan al-Qur’an. Tapi sejalan dengan hadits. Jangan Anda jangan terburu-buru menyesatkan.”

SUNNI: “Anda ini lucu. Kalau konsep tauhid Anda bertentangan dengan al-Qur’an, sudah pasti bertentangan dengan hadits. Konsep pembagian Tauhid menjadi tiga kalian akan batal pula, apabila kita mengkaitkannya dengan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Misalnya dengan hadits shahih berikut ini:

عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ ( يُثَبِّتُ اللهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ) قَالَ نَزَلَتْ فِي عَذَابِ الْقَبْرِ فَيُقَالُ لَهُ مَنْ رَبُّكَ فَيَقُولُ رَبِّيَ اللهُ وَنَبِيِّي مُحَمَّدٌ صلى الله عليه وسلم. (رواه مسلم 5117).

Dari al-Barra’ bin Azib, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allah berfirman, “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu”, (QS. Ibrahim : 27). Nabi J bersabda, “Ayat ini turun mengenai azab kubur. Orang yang dikubur itu ditanya, “Siapa Rabb (Tuhan)mu?” Lalu dia menjawab, “Allah Rabbku, dan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam Nabiku.” (HR. Muslim, 5117).

Coba Anda perhatikan. Hadits di atas memberikan pengertian, bahwa Malaikat Munkar dan Nakir akan bertanya kepada si mayit tentang Rabb (Tuhan Rububiyyah), bukan Ilah (Tuhan Uluhiyyah, karena kedua Malaikat tersebut tidak membedakan antara Rabb dengan Ilah atau antara Tauhid Uluhiyyah dengan Tauhid Rububiyyah. Seandainya pandangan Ibn Taimiyah dan Wahabi yang membedakan antara Tauhid Rububiyyah dan Tauhid Uluhiyyah itu benar, tentunya kedua Malaikat itu akan bertanya kepada si mayit dengan, “Man Ilahuka (Siapa Tuhan Uluhiyyah-mu)?”, bukan “Man Rabbuka (Siapa Tuhan Rububiyyah-mu)?” Atau mungkin keduanya akan menanyakan semua, “Man Rabbuka wa man Ilahuka? Ternyata pertanyaan tersebut tidak terjadi. Jelas ini membuktikan kesesatan Tauhid ala Wahabi.”

WAHABI: “Maaf, seandainya kami hanya salah melakukan pembagian Tauhid di atas, apakah kami Anda vonis sebagai aliran sesat? Apa alasannya?”

SUNNI: “Nah, ini rahasianya. Anda harus tahu, apa sebenarnya makna yang tersembunyi (hidden meaning) dibalik pembagian Tauhid menjadi tiga tersebut? Apabila diteliti dengan seksama, dibalik pembagian tersebut, maka ada dua tujuan yang menjadi sasaran tembak Ibnu Taimiyah dan Wahabi:

Pertama, Ibn Taimiyah berpendapat bahwa praktek-pratek seperti tawassul, tabarruk, ziarah kubur dan lain-lain yang menjadi tradisi dan dianjurkan sejak zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah termasuk bentuk kesyirikan dan kekufuran. Nah, untuk menjustifikasi pendapat ini, Ibn Taimiyah menggagas pembagian Tauhid menjadi tiga, antara lain Tauhid Rububiyyah dan Tauhid Uluhiyyah. Dari sini, Ibn Taimiyah mengatakan bahwa sebenarnya keimanan seseorang itu tidak cukup hanya dengan mengakui Tauhid Rububiyyah, yaitu pengakuan bahwa yang menciptakan, memiliki dan mengatur langit dan bumi serta seisinya adalah Allah semata, karena Tauhid Rububiyyah atau pengakuan semacam ini juga dilakukan oleh orang-orang Musyrik, hanya saja mereka tidak mengakui Tauhid Rububiyyah, yaitu pelaksanaan ibadah yang hanya ditujukan kepada Allah. Oleh karena itu, keimanan seseorang akan sah apabila disertai Tauhid Rububiyyah, yaitu pelaksanaan ibadah yang hanya ditujukan kepada Allah.

Kemudian setelah melalui pembagian Tauhid tersebut, untuk mensukseskan pandangan bahwa praktek-praktek seperti tawassul, istighatsah, tabarruk, ziarah kubur dan lain-lain adalah syirik dan kufur, Ibn Taimiyah membuat kesalahan lagi, yaitu mendefinisikan ibadah dalam konteks yang sangat luas, sehingga praktek-praktek seperti tawassul, istighatsah, tabarruk, ziarah kubur dan lain-lain dia kategorikan juga sebagai ibadah secara syar’i. Padahal itu semua bukan ibadah. Tapi bagian dari ghuluw yang dilakukan oleh Ibnu Taimiyah dan Wahabi. Dari sini Ibn Taimiyah kemudian mengatakan, bahwa orang-orang yang melakukan istighatsah, tawassul dan tabarruk dengan para wali dan nabi itu telah beribadah kepada selain Allah dan melanggar Tauhid Uluhiyyah, sehingga dia divonis syirik.

Tentu saja paradigma Ibn Taimiyah tersebut merupakan kesalahan di atas kesalahan. Pertama, dia mengklasifikasi Tauhid menjadi tiga tanpa ada dasar dari dalil-dalil agama. Dan kedua, dia mendefinisikan ibadah dalam skala yang sangat luas sehingga berakibat fatal, yaitu menilai syirik dan kufur praktek-praktek yang telah diajarkan oleh Rasulullah SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM dan para sahabatnya. Dan secara tidak langsung, pembagian Tauhid menjadi tiga tersebut berpotensi mengkafirkan seluruh umat Islam sejak masa sahabat. Akibatnya yang terjadi sekarang ini, berangkat dari Tauhid Rububiyyah dan Uluhiyyah, ISIS, membantai umat Islam di Iraq dan Suriah.”

Kecerobahan Wahabi yang Membid’ahkan Do’a rutin setelah Shala



BUKTI KEBOHONGAN WAHABI
MEMBID’AHKAN DOA RUTIN SETELAH SHALAT MAKTUBAH


Setelah kami menulis bantaham ilmiah terhadap Wahabi, tentang dzikir bersama dan Tahlilan, ada seorang Wahabi menulis komentar, dengan mengutip dari fatwa Ibnu Taimiyah, fatwa Imam Ahmad bin Hanbal dan pernyataan al-Syathibi dalam al-I’tisham. Hanya saja, si Wahabi tersebut hanya mengutip pernyataan Ibnu Taimiyah yang disukainya, dan membuang pernyataan Ibnu Taimiyah yang tidak sesuai dengan selera Wahabi masa sekarang. Berikut ulasannya:

IBNU TAIMIYAH berkata: “

وأما دعاء الإمام والمأمومين بعد الصلاة جميعا رافعين أصواتهم أو غير رافعين فهذا ليس من سنة الصلاة الراتبة لم يكن يفعله النبي صلى الله عليه وسلم وقد استحسنه طائفة من العلماء من أصحاب الشافعي وأحمد في وقت صلاة الفجر وصلاة العصر لأنه لا صلاة بعدها.


Adapun do’a imam bersama makmum setelah shalat lima waktu secara berjama’ah dengan mengeraskan suara atau boleh jadi suaranya tidak dikeraskan, maka ini bukanlah sunnahnya shalat yang dirutinkan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah sama sekali melakukan seperti itu. Sebagian ulama dari kalangan Syafi’iyah dan Hanbali memang menganjurkan yang demikian, namun itu hanya di waktu shalat Shubuh dan Ashar karena setelah itu tidak ada lagi shalat. [Al Majmu’atul ‘Aliyyah min Kutub wa Rosail wa Fatawa Syaikhil Islam Ibni Taimiyah, Dar Ibnil Jauzi, hal. 134-135]

kesalahan fatwa ibnu taimiyah
TANGGAPAN: Pernyataan Ibnu Taimiyah di atas menafikan beberapa hal:
a) Berdoa setelah shalat maktubah, bukan termasuk sunnah rutin dan tidak perlah dikerjakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
b) Menolak membaca doa tersebut secara bersama-sama
Tentu fatwa Ibnu Taimiyah di atas, sangat tertolak dengan hadits-hadits shahih, antara lain:

1) Hadits Sayyidina Mu’adz bin Jabal radhiyallaahu ‘anhu

عن معاذ بن جبل ان النبي صلى الله عليه و سلم قال له يا معاذ اني والله لاحبك فلا تدع دبر كل صلاة ان تقول اَللّهمَّ اَعِنِّيْ عَلىَ ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ أَخْرَجَهُ أَبُو داود والنسائي وصححه ابن حبان والحاكم


“Dari Mu’adz bin Jabal, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya: “Wahai Mu’adz, demi Allah aku benar-benar mencintaimu. Maka janganlah kamu tinggalkan setiap selesai shalat untuk berkata: “Ya Allah, tolonglah aku untuk berdzikir kepada-Mu, bersyukur dan beribadah dengan baik kepada-Mu.” (HR. Abu Dawud 2/115, al-Nasa’i 3/53 dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban 5/364-366 dan al-Hakim 1/273 dan 3/273).

Dalam hadits di atas jelas sekali, perintah membaca doa tersebut setiap selesai shalat maktubah secara rutin.

2) Hadits Sayyidina Abu Bakrah radhiyallaahu ‘anhu

عن مسلم بن أبي بكرة – رحمه الله – : قال : «كانَ أبي يقولُ في دُبُرِ الصلاةِ : اللهم إني أَعوذُ بك من الكُفْرِ والفَقْرِ وعذابِ القَبرِ ، فكنتُ أقُولُهنَّ ، فقال : أي بُنيَّ، عَمَّنْ أَخَذْتَ هذا ؟ قُلْتُ : عنك ،قال:إنَّ رسولَ الله -صلى الله عليه وسلم- كانَ يقولُهُنَّ في دُبُرِ الصلاةِ فَالزَمهنَّ يا بُنيَّ». أخرجه احمد والترمذي والنسائي وصححه الحاكم


Dari Muslim bin Abi Bakrah rahimahullaah, berkata: “Ayahku selalu berkata setelah selesai shalat: “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran, kefakiran dan azab kubur.” Maka akupun selalu membacanya. Lalu ayah berkata: “Wahai anakku, dari siapa bacaanmu kamu peroleh?” Aku menjawab: “Darimu.” Ia berkata: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu mengucapkannya setelah selesai shalat. Maka rutinkanlah wahai anakku.” (HR. Ahmad 5/39, al-Tirmidzi, al-Nasa’i 3/73, dan dishahihkan oleh al-Hakim 1/252-253).

3) Hadits Sayyidina Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallaahu ‘anhu

وَعَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ – رضي الله عنه – قَالَ : – إِنَّ رَسُولَ اَللهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَتَعَوَّذُ بِهِنَّ دُبُرَ اَلصَّلاةِ : ” اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ اَلْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ اَلْجُبْنِ , وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ اَلْعُمُرِ , وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ اَلدُّنْيَا , وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ اَلْقَبْرِ – رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ


“Dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu, berkata: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu memohon perlindungan dari beberapa perkara setelah selesai shalat: “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari sifat kikir, aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut, aku berlindung kepada-Mu dari dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun), aku berlindung kepada-Mu dari fitnah dunia dan aku berlindung kepada-Mu dari azab kubur.” (HR al-Bukhari 11/174 dan 178).

4) Hadits Sayyidina Zaid bin Arqam radhiyallaahu ‘anhu

عن زيد بن أرقم قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يدعو في دبر الصلاة يقول اللهم ربنا ورب كل شيء انا شهيد أنك الرب وحدك لا شريك لك.. الحديث أخرجه أحمد وأبو داود والنسائي


Zaid bin Arqam berkata: “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa setelah selesai shalat, seraya berkata: “Ya Allah, Tuhan kami dan Tuhan segala-galanya. Aku bersaksi bahwa Engkau-lah Tuhan semata, tidak ada sekutu bagi-Mu….” (HR. Ahmad, Abu Dawud 2/111, dan al-Nasa’i).

5) Hadits Sayyidina Shuhaib radhiyallaahu ‘anhu

عن صهيب أن رسول الله صلى الله عليه و سلم كان ينصرف بهذا الدعاء من صلاته: اللهم أصلح لي ديني الذي جعلته عصمة أمري وأصلح لي دنياي الذي جعلت فيها معاشي اللهم إني أعوذ برضاك من سخطك وأعوذ بعفوك من نقمتك وأعوذ بك منك لا مانع لما أعطيت ولا معطي لما منعت ولا ينفع ذا الجد منك جده أخرجه النسائي وصححه ابن حبان


“Dari Shuhaib, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selesai dengan doa berikut ini dari shalatnya: “Ya Allah, perbaikilah agamaku bagiku yang merupakan pelindung urusanku. Perbaikilah duniaku yang Engkau jadikan tempat kehidupanku. Ya Allah, aku berlindung dengan ridha-Mu dari murka-Mu. Aku berlindung dengan ampunan-Mu dari siksa-Mu. Aku berlindung dari kepada-Mu dari-Mu. Tidak ada yang dapat menolak apa yang Engkau berikan. Tidak ada yang dapat memberi apa yang Engkau cegah. Tidak akan bermanfaat kesungguhan seseorang pada dirinya dari-Mu.” (HR al-Nasa’i 3/73 dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban 5/373).

Hadits-hadits di atas menjelaskan tentang doa-doa yang dibaca dan dianjurkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam setiap selesai shalat lima waktu. Demikian yang kami kutip dari al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari. Sementara itu, kesunnahan doa rutin setiap selesai shalat, juga diterangkan dalam hadits-hadits lain, misalnya:

6) Hadits Sayyidina Abu Umamah radhiyallaahu ‘anhu


عن أبي أمامة قال قلت : يا رسول الله أي الدعاء أسمع قال جوف الليل الآخر ودبر الصلوات المكتوبات أخرجه الترمذي والنسائي


“Abu Umamah berkata: “Aku berkata: “Wahai Rasulullah, di mana doa itu paling cepat dikabulkan?” Beliau menjawab: “Doa pada waktu tengah malam, dan setelah selesai menunaikan shalat maktubah.” (HR. al-Tirmidzi 5/188, dan al-Nasa’i).

Hadits di atas memberikan kesimpulan, anjuran berdoa pada waktu tengah malam dan setiap selesai shalat lima waktu. Doa yang dibaca bebas.

7) Hadits Sayyidina Ali bin Abi Thalib karramallaahu wajhah

عَنْ عَلِىِّ بْنِ أَبِى طَالِبٍ قَالَ كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا سَلَّمَ مِنَ الصَّلاَةِ قَالَ « اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ وَمَا أَسْرَفْتُ وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّى أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ ». رواه أبو داود


Ali bin Abi Thalib berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam apabila mengucapkan salam dari shalat, maka berdoa: “Ya Allah ampunilah bagiku, apa yang telah aku kerjakan, apa yang akan aku kerjakan, apa yang aku sembunyikan, apa yang aku lakukan terang-terangan, apa yang aku lakukan berlebih-lebihan, dan apa yang Engkau lebih tahu dariku. Engkau lah yang Maha Mendahulukan dan Maha Mengakhirkan. Tidak ada tuhan melainkan Engkau.” (HR. Abu Dawud 2/111).

Hadits-hadits di atas, sangat tegas memberikan penjelasan bahwa setiap selesai shalat maktubah, terdapat doa-doa ratibah (yang dianjurkan dibaca secara rutin). Umat Islam tidap perlu terpengaruh dengan fatwa Ibnu Taimiyah yang sangat mudah menafikan hadits-hadits shahih dan sangat popular di kalangan para ulama dan penuntut ilmu. Memang Ibnu Taimiyah, dan diikuti oleh kaum Wahabi dewasa ini, sering menafikan hadits-hadits shahih yang telah diamalkan secara rutin oleh umat Islam. Lalu dengan ulah tersebut, Wahabi membid’ahkan umat Islam yang senang berdzikir setiap selesai shalat. Mereka malas berdzikir, malah membid’ahkan orang yang berdzikir dan mengamalkan sunnah.

Sedangkan hukum membaca doa secara bersama-sama dengan mengeraskan suara, atau dipimpin oleh seorang imam, yang sepertinya dinafikan dalam fatwa Ibnu Taimiyah di atas, akan kita bahas selanjutnya. Insya Allah.

(Ust. Muh. Idrus Ramli)

JAWABAN TERHADAP WAHABI ANTI TAHLILAN



Beberapa waktu yang lalu, setelah kami menulis status tentang dalil-dalil bolehnya dzikir Tahlilan tujuh hari, hari ke-40, 100 dan 1000, dan bahwa hal tersebut tidak termasuk tasyabbuh yang dilarang, ada sebagian Wahabi yang menulis bantahan, dan mengutip dari kitab al-Istinfar karya Syaikh Ahmad al-Ghumari, dan al-Bidayah wa al-Nihayah karya al-Hafizh Ibnu Katsir al-Syafi’i. akan tetapi setelah kami lihat, ternyata argument bantahan tersebut sama sekali tidak mengena terhadap persoalan yang dibahas. Oleh karena itu, di sini kami tulis jawaban secara ilmiah.

WAHABI: Kita tidak boleh shalat ketika matahari tepat terbit dan matahari tepat terbenam karena matahari terbit dan terbenam antara dua tanduk setan, dan orang kafir sujud pada saat itu, maka kita dilarang tasyabbuh kepadanya.

صَلِّ صَلَاةَ الصُّبْحِ، ثُمَّ أَقْصِرْ عَنِ الصَّلَاةِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ حَتَّى تَرْتَفِعَ، فَإِنَّهَا تَطْلُعُ حِينَ تَطْلُعُ بَيْنَ قَرْنَيْ شَيْطَانٍ، وَحِينَئِذٍ يَسْجُدُ لَهَا الْكُفَّارُ


“Lakukan shalat Subuh kemudian berhentilah shalat sampai terbitnya matahari hingga dia agak naik meninggi, karena matahari itu terbit antara dua tanduk setan dan saat itulah orang-orang kafir sujud.:

Kemudian beliau juga bersabda di hadits yg sama:

ثُمَّ أَقْصِرْ عَنِ الصَّلَاةِ حَتَّى تَغْرُبَ الشَّمْسُ، فَإِنَّهَا تَغْرُبُ بَيْنَ قَرْنَيْ شَيْطَانٍ، وَحِينَئِذٍ يَسْجُدُ لَهَا الْكُفَّارُ


“Kemudian hentikan shalat sampai terbenam matahari karena dia terbenam antara dua tanduk setan dan saat itulah orang-orang kafir bersujud.”

SUNNI: “Sholat memang beda dengan dzikir dan Tahlilan. ketika matahari tepat terbit dan matahari tepat terbenam, sholat sunnah tidak boleh dilakukan. Tetapi untuk dzikir dan tahlilan justru dianjurkan. Dalam kitab-kitab dijelaskan:

عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من صلى الفجر فى جماعة ثم قعد يذكر الله حتى تطلع الشمس ثم يصلى ركعتين كانت له كأجر حجة وعمرة تامة تامة تامة رواه الترمذى وقال حسن غريب


Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barang siapa yang menunaikan shalat fajar (shubuh), kemudian duduk berdzikir kepada Allah hingga Matahari terbit, kemudian shalat dua raka’at, maka ia memperoleh pahala seperti pahala haji dan umroh sempurna sempurna sempurna.” (HR al-Tirmidzi, [586], dan berkata ini hadits hasan gharib).

عَنْ سَهْلِ بْنِ مُعَاذِ بْنِ أَنَسٍ الْجُهَنِىِّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ قَعَدَ فِى مُصَلاَّهُ حِينَ يَنْصَرِفُ مِنْ صَلاَةِ الصُّبْحِ حَتَّى يُسَبِّحَ رَكْعَتَىِ الضُّحَى لاَ يَقُولُ إِلاَّ خَيْرًا غُفِرَ لَهُ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ أَكْثَرَ مِنْ زَبَدِ الْبَحْرِ ». أخرجه أبو داود ، والطبرانى ، والبيهقى . وأخرجه أيضًا : أحمد


“Dari Sahal bin Mu’adz bin Anas al-Juhani, dari ayahnya, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang duduk di tempat shalatnya ketika selesai shalat shubuh sampai menunaikan dua rakaat shalat dhuha, ia tidak berkata kecuali kebaikan, maka dosa-dosanya diampuni meskipun lebih banyak dari pada buih di lautan.” (HR. Abu Dawud [1287], al-Thabarani [442], al-Baihaqi [4686] dan Ahmad [15661]).


عَنْ أَبِي أُمَامَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لأَنْ أَقْعُدَ أَذْكُرُ اللهَ وَأُكَبِّرُهُ وَأَحْمَدُهُ وَأُسَبِّحُهُ وَأُهَلِّلُهُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتِقَ رَقَبَتَيْنِ أَوْ أَكْثَرَ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ وَمِنْ بَعْدِ الْعَصْرِ حَتَّى تَغْرُبَ الشَّمْسُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتِقَ أَرْبَعَ رِقَابٍ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ


“Dari Abu Umamah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seandainya aku duduk berdzikir kepada Allah, mengagungkan-Nya, memuji-Nya, bertasbih dan bertahlil kepada-Nya hingga matahari terbit, lebih aku cintai daripada aku memerdekatan dua budak atau lebih dari keturunan Ismail. Dan dari setelah shalat ashar hingga matahari terbenam, lebih aku senangi daripada aku memerdekakan empat orang budak dari keturunan Ismail.” (HR Ahmad [22194], dan sanadnya hasan).

Dalam hadits-hadits di atas, dan hadits-hadits lain yang tidak kami sebutkan di sini, sangat jelas, bahwa waktu dzikir, termasuk tahlilan dan yasinan, lebih luwes dan lebih longgar dari pada waktu shalat. Meskipun orang-orang kafir sedang menyembah Matahari, atau orang Hindu sedang melakukan ritual keagamaan, dzikir seperti tahlilan tetap dianjurkan. Oleh karena itu, perkatan Syekh Ahmad Al Ghumari dalam kitabnya, “Al-Istinfar li Ghazwit Tasyabbuh bil Kuffar” hal. 33:

قال العلماء : نهى صلى الله عليه وسلم عن الصلاة في هذين الوقتين الذين يسجد فيهما الكفار للشمس وإن كان المؤمن لا يسجد إلا لله تعالى حسما لمادة المشابهة وسدا للذريعة. وفيه تنبيه على أن كل ما يفعله المشركون ينهى المؤمن عن ظاهره وإن لم يقصد التشبه فرارا من الموافقة في الصورة والظاهر.


“Para ulama mengatakan, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang shalat di kedua waktu yang bersujud padanya orang-orang kafir kepada matahari, meskipun orang mukmin tidak sujud kecuali kepada Allah Ta’ala. Tujuannya adalah untuk memutus materi musyabahah (penyerupaan) dan menutup jalan. Di dalamnya juga ada peringatan bahwa setiap yang dilakukan kaum musyrikin maka kaum mukmin dilarang melakukannnya dari sisi zahir yang sama meski dia tidak bermaksud menyerupai (orang musyrik itu) demi menghindarkan diri dari ketersesuaian dalam bentuk dan dalam zahir (fenomena).”

Perkataan tersebut tidak dapat diartikan secara mutlak, mencakup terhadap semua bentuk ibadah seperti dzikir. Karena dzikir memang berbeda dengan sholat. Dalam hadits lain tentang dzikir, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda:

عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” لَيْسَ يَتَحَسَّرُ أَهْلُ الْجَنَّةِ إِلا عَلَى سَاعَةٍ مَرَّتْ بِهِمْ لَمْ يَذْكُرُوا اللهَ فِيهَا. رواه الحكيم ، الطبرانى والبيهقى فى شعب الإيمان الديلمى. قال الحافظ الدمياطي: إسناده جيد.


“Mu’adz bin Jabal berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak pernah menyesal penduduk surge kecuali karena satu waktu yang mereka lalui, sedangkan mereka tidak mengisinya dengan dzikir kepada Allah.” (HR. al-Hakim al-Tirmidzi (4/106), al-Thabarani [182], al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman [513], dan al-Dailami [5244]. Al-Hafizh al-Dimyathi berkata: sanad hadits ini jayyid. Lihat, al-Matjar al-Rabih hlm 205).

Hadits ini memberikan pesan, bahwa dzikir dianjurkan setiap saat, tanpa dibatasi dengan waktu. Oleh karena itu perkataan Syaikh al-Ghumari dalam al-Istinfar, demikian pula perkataan al-Hafizh Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa al-Nihayah, keduanya sepertinya mengutip dari Ibnu Taimiyah dalam Iqtidha’ al-Shirath al-Mustaqim, tidak dapat diartikan secara mutlak. Bahkan Syaikh Ibnu Taimiyah sendiri, mengamalkan dzikir sejak selesai shalat shubuh sampai Matahari naik ke atas. Syaikh Umar bin Ali al-Bazzar, murid Syaikh Ibnu Taimiyah berkata dalam al-A’lam al-‘Aliyyah fi Manaqib Ibn Taimiyah (hal. 37-39):

فَإِذَا فَرَغَ مِنَ الصَّلاةِ أَثْنَى عَلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ هُوَ وَمَنْ حَضَرَ بِمَا وَرَدَ مِنْ قَوْلِهِ الَلَّهُمَّ اَنْتَ السَّلامُ وَمِنْكَ السَّلامُ تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ ثُمَّ يُقْبِلُ عَلَى الْجَمَاعَةِ ثُمَّ يَأْتِيْ بِالتَّهْلِيْلاَتِ الْوَارِدَاتِ حِيْنَئِذٍ ثُمَّ يُسَبِّحُ اللهَ وَيَحْمَدُهُ وَيُكَبِّرُهُ ثَلاثًا وَثَلاثِيْنَ وَيَخْتِمُ الْمِائَةَ بِالتَّهْلِيْلِ كَمَا وَرَدَ وَكَذَا الْجَمَاعَةُ ثُمَّ يَدْعُو اللهَ تَعَالى لَهُ وَلَهُمْ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ. وَكَانَ قَدْ عُرِفَتْ عَادَتُهُ؛ لاَ يُكَلِّمُهُ أَحَدٌ بِغَيْرِ ضَرُوْرَةٍ بَعْدَ صَلاةِ الْفَجْرِ فَلاَ يَزَالُ فِي الذِّكْرِ يُسْمِعُ نَفْسَهُ وَرُبَّمَا يُسْمِعُ ذِكْرَهُ مَنْ إِلَى جَانِبِهِ، مَعَ كَوْنِهِ فِيْ خِلاَلِ ذَلِكَ يُكْثِرُ فِي تَقْلِيْبِ بَصَرِهِ نَحْوَ السَّمَاءِ. هَكَذَاَ دَأْبُهُ حَتَّى تَرْتَفِعَ الشَمْسُ وَيزُوْلَ وَقْتُ النَّهْيِ عَنِ الصَّلاةِ. وَكُنْتُ مُدَّةَ إِقَامَتِيْ بِدِمَشْقَ مُلاَزِمَهُ جُلَّ النَّهَارِ وَكَثِيْراً مِنَ اللَّيْلِ. وَكَانَ يُدْنِيْنِيْ مِنْهُ َحتَّى يُجْلِسَنِيْ إِلَى جَانِبِهِ، وَكُنْتُ أَسْمَعُ مَا يَتْلُوْ وَمَا يَذْكُرُ حِيْنَئِذٍ، فَرَأَيْتُهُ يَقْرَأُ الْفَاتِحَةَ وَيُكَرِّرُهَا وَيَقْطَعُ ذَلِكَ الْوَقْتَ كُلَّهُ ـ أَعْنِيْ مِنَ الْفَجْرِ إِلَى ارْتِفَاعِ الشَّمْسِ ـ فِيْ تَكْرِيْرِ تِلاَوَتِهَا. فَفَكَّرْتُ فِيْ ذَلِكَ؛ لِمَ قَدْ لَزِمَ هَذِهِ السُّوْرَةَ دُوْنَ غَيْرِهَا؟ فَبَانَ لِيْ ـ وَاللهُ أَعْلَمُ ـ أَنَّ قَصْدَهُ بِذَلِكَ أَنْ يَجْمَعَ بِتِلاَوَتِهَا حِيْنَئِذٍ مَا وَرَدَ فِي اْلأَحَادِيْثِ، وَمَا ذَكَرَهُ الْعُلَمَاءُ: هَلْ يُسْتَحَبُّ حِيْنَئِذٍ تَقْدِيْمُ اْلأَذْكَارِ الْوَارِدَةِ عَلَى تِلاَوَةِ الْقُرْآنِ أَوِ الْعَكْسُ؟ فرَأَى أَنَّ فِي الْفَاتِحَةِ وَتِكْرَارِهَا حِيْنَئِذٍ جَمْعاً بَيْنَ الْقَوْلَيْنِ وَتَحْصِيْلاً لِلْفَضِيْلَتَيْنِ، وَهَذَا مِنْ قُوَّةِ فِطْنَتِهِ وَثَاقِبِ بَصِيْرَتٍهٍ، اهـ (عمر بن علي البزار، الأعلام العلية في مناقب ابن تيمية، ص/37-39).


“Apabila Ibn Taimiyah selesai shalat shubuh, maka ia berdzikir kepada Allah bersama jamaah dengan doa yang datang dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Allahumma antassalam . . . Lalu ia menghadap kepada jamaah, lalu membaca tahlil-tahlil yang datang dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu tasbih, tahmid dan takbir, masing-masing 33 kali. Dan diakhiri dengan tahlil sebagai bacaan yang keseratus. Ia membacanya bersama jamaah yang hadir. Kemudian ia berdoa kepada Allah SWT untuk dirinya dan jamaah serta kaum Muslimin. Kebiasaan Ibn Taimiyah telah maklum, ia sulit diajak bicara setelah shalat shubuh kecuali terpaksa. Ia akan terus berdzikir pelan, cukup didengarnya sendiri dan terkadang dapat didengar oleh orang di sampingnya. Di tengah-tengah dzikir itu, ia seringkali menatapkan pandangannya ke langit. Dan ini kebiasaannya hingga matahari naik dan waktu larangan shalat habis. Aku selama tinggal di Damaskus selalu bersamanya siang dan malam. Ia sering mendekatkanku padanya sehingga aku duduk di sebelahnya. Pada saat itu aku selalu mendengar apa yang dibacanya dan dijadikannya sebagai dzikir. Aku melihatnya membaca al-Fatihah, mengulang-ulanginya dan menghabiskan seluruh waktu dengan membacanya, yakni mengulang-ulang al-Fatihah sejak selesai shalat shubuh hingga matahari naik. Dalam hal itu aku merenung. Mengapa ia hanya rutin membaca al-Fatihah, tidak yang lainnya? Akhirnya aku tahu –wallahu a’lam–-, bahwa ia bermaksud menggabungkan antara keterangan dalam hadits-hadits dan apa yang disebutkan para ulama; yaitu apakah pada saat itu disunnahkan mendahulukan dzikir-dzikir yang datang dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam daripada membaca al-Qur’an, atau sebaliknya? Beliau berpendapat, bahwa dalam membaca dan mengulang-ulang al-Fatihah ini berarti menggabungkan antara kedua pendapat dan meraih dua keutamaan. Ini termasuk bukti kekuatan kecerdasannya dan pandangan hatinya yang jitu.” (Syaikh Umar bin Ali al-Bazzar, murid Syaikh Ibnu Taimiyah berkata dalam al-A’lam al-‘Aliyyah fi Manaqib Ibn Taimiyah (hal. 37-39).

Kesimpulan dari riwayat ini, sehabis shalat shubuh Ibn Taimiyah berdzikir secara berjamaah, dan berdoa secara berjamaah pula seperti layaknya warga nahdliyyin. Pandangannya selalu diarahkan ke langit (yang ini tidak dilakukan oleh warga nahdliyyin). Sehabis itu, ia membaca surah al-Fatihah hingga matahari naik ke atas.

Rutinitas Syaikh Ibnu Taimiyah tersebut memberikan kesimpulan, bahwa dzikir tetap dianjurkan meskipun orang kafir sedang menyembah Matahari, atau orang Hindu sedang melakukan ritual keagamaan.

Dzikir Tahlilan tetap berjalan kapan saja, termasuk tujuh hari, hari ke-40, 100, 1000 dan lain-lain. Wallahu a’lam